Baca berita tanpa iklan. Gabung Gridoto.com+

Mobil Di Atas Rp 500 Juta Wajib Lapor, Peraturan Sia-sia?

billy - Jumat, 3 Februari 2012 | 16:04 WIB
No caption
No credit
No caption


Penjualan mobil untuk tahun ini nampaknya akan menemui ‘hambatan’ lagi. Gonjang-ganjing pembatasan maupun konversi BBM yang kemudian batal belum reda betul membuat calon pembeli mobil baru. Lalu masih ada wacana pengenaan batas minimal down payment yang lebih tinggi juga sedang mengintip.

Kini muncul lagi proses penerapan peraturan pembelian mobil di atas Rp 500 juga yang harus dilaporkan ke Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK).

Salah satu detailnya ada pada Peraturan Kepala PPATK No PER-12/1.02.1/ PPATK/09/11 tentang Tata Cara Pelaporan Transaksi bagi penyedia barang dan atau jasa lainnya dimana diatur soal jenis laporan yang wajib disampaikan kepada PPATK; satu, laporan transaksi pembelian tunai baik secara langsung, dengan menggunakan uang tunai, cek atau giro maupun pentransferan atau pemindahbukuan. Lalu, laporan transaksi pembelian tunai bertahap yang total nilai transaksinya paling sedikit atau setara dengan Rp500 juta. Wacana apalagi ini?

ATASI CUCI UANG?

Pihak PPATK menyebut bahwa hal ini guna menekan aksi kejahatan pencucian uang. Ini selaras dengan dikeluarkannya UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang kemudian diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003. "Hal ini disebabkan semakin beranekanya modus operandi pencucian uang," kata Kepala PPATK Muhammad Yusuf. Ia dihubungi per telepon Selasa lalu (31/1).

Munculnya hal ini karena ada temuan-temuan berbau kriminal dalam pembelian kendaraan bermotor. “Dalam riset, PPATK menemukan modus operandi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) melalui pembelian barang-barang berharga untuk menghilangkan asal-usul hasil kejahatannya.

Menyadari besarnya potensi tersebut, PPATK menambah aturan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PP TPPU). "Dari yang semula hanya berlaku bagi penyedia jasa keuangan, menjadi berlaku pula bagi penyedia barang dan jasa lain di luar jasa keuangan,” katanya. "Penyedia jasa tersebut juga wajib menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan kepada PPATK apabila PPATK memintanya," tegasnya lagi.

Yusuf mencontohkan, apabila seseorang pegawai yang berpenghasilan Rp 10 juta per bulan membeli mobil Rp 550 juta dengan uang muka Rp 250 juta dan sisanya dicicil selama tiga tahun, maka transaksi tersebut akan dilaporkan pada PPATK. "Ini masuk transaksi yang mencurigakan," jabarnya.

Namun jika transaksi itu dibayar menggunakan uang muka Rp 25 juta dan sisanya dicicil 10 tahun, maka transaksi ini tidak perlu dilaporkan ke PPATK.

Intinya, Yusuf menambahkan, pemilik jasa wajib menerapkan prinsip mengenal pengguna jasa, yang dilakukan pada saat melakukan transaksi. "Pelaksanaan kewajiban pelaporan ini justru menjadi perlindungan hukum bagi pemilik jasa, sebab dengan dilaporkannya transaksi maka pemilik jasa tidak lagi dapat dituntut pidana," katanya.

BISA PAKAI NAMA PERUSAHAAN

Karena pihak yang harus melaporkan adanya transaksi adalah pihak penjual maka sejatinya ini merupakan pekerjaan tambahan bagi para pebisnisnya. “Jika peraturan tersebut diberlakukan tentunya merugikan APM (Agen Pemegang Merek). Kami (PT. BMW Indonesia) tidak menjual retail, namun mendistribusikan ke house seller (dealer) yang tersebar. Dengan adanya peraturan ini tentu berimbas pada jaringan dealer dan kami selaku APM,” terang Helena Abidin, selaku Director of Corporate Communication PT. BMW Indonesia.

Senada dengan Helena, Namun Dicky Boediharjo yang pemilik gerai IU Jakarta Auto Best yang menjual mobil-mobil di atas Rp 500 juta menyebutkan ketentuan itu sangat merepotkan.

Sebab yang jelas menurutnya pembeli mobil di batas harga setengah milyar tentu tidak mau didata untuk urusan seperti itu. “Karena itu kan personal sifatnya. Bukan untuk dikonsumsi public (PPATK) yang tidak ada kepentingannya dengan personal pembeli yang terdiri-dari pengusaha, CEO, direksi dan lain-lain. Kecuali pejabat pemerintahan atau BUMN yang beli, itu memang harus dilaporkan,” analisa Dicky.

Lebih lanjut pria yang praktik di bilangan Radio Dalam, Jaksel ini beranggapan bahwa peraturan tersebut langsung berimbas pada penjualan mobil.

TIDAK EFEKTIF?

Lagi-lagi efektifitas regulasi baru ini juga masih diragukan. Tak kurang Darwin Maspolim, Presdir PT Grandauto Dinamika (APM Jaguar) menyebut kalau sebenarnya banyak pembeli mobil dengan harga di atas Rp 500 juta yang di STNK sekalipun malah tertera nama perusahaan. Dan itu bisa lewat transaksi tunai maupun kredit.

Dicky menambahkan kalau penerapan regulasi baru ini menyasar ke obyek mobil malah kurang tepat. “Kan bisa saja ambil mobil yang di bawah Rp 500 juta memakai uang money laundry juga. Jadi tidak perlu lapor juga ke PPATK. Banyak loh perusahaan rental yang ambil mobil yang harganya di atas Rp 500 juta. Apa perlu tiap mereka ambil mobil harus laporan ke PPATK,” tanyanya.

Dicky justru menyarankan PPATK sebaiknya bekerja sama dengan Polri untuk mengecek data mobil baru yang terdaftar di Samsat. Kalau ada yang mencurigakan, tinggal ditelusuri. (mobil.otomotifnet.com)

Editor : billy

Sobat bisa berlangganan Tabloid OTOMOTIF lewat www.gridstore.id.

Atau versi elektronik (e-Magz) yang dapat diakses secara online di : ebooks.gramedia.com, myedisi.com atau majalah.id



KOMENTAR

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

loading
SELANJUTNYA INDEX BERITA
Close Ads X
yt-1 in left right search line play fb gp tw wa