Pada
seri 2 Motoprix di Kemayoran, Jakarta (19-20/3) silam, panitia lomba bersama Pengprov IMI DKI dan PP IMI memberikan briefing soal aturan baru di MP 5 dan 6 yang harus standar. Hal itu bikin gerah semua orang yang ikutan briefing.Awalnya dibuka kelas MP 5 bertujuan membuat balapan motor bebek jadi murah, mudah dan muda (3M), terutama bagi mereka yang masih pemula. Namun sudah lebih dari 4 tahun perkembangannya, membuat kelas tersebut enggak lagi jadi kelas yang 3M terutama soal murah dan mudah.
Motor-motor bebek yang ikutan dikelas tersebut, sudah mengalami ubahan pada mesin dan pemasangan part racing yang enggak murah harganya. Sebut saja CDI aftermarket, suspensi belakang dan juga memanfaatkan jasa para tuner handal yang enggak murah biayanya.
Bukan enggak mungkin, Rp 20 jutaan (motor dan seting mesin) mesti dikeluarkan buat mereka yang ingin turun di kelas tersebut. “Dengan mahal dan enggak mudahnya membuat buat motor buat balapan MP5, membuat kelas tersebut enggak lagi 3M,” jelas Dyan Dilato, biro olahraga roda 2 on track PP IMI.
Atas dasar hal tersebut, Rakernas Pengprov IMI 2011 menggelontorkan aturan baru buat kelas MP 5 (Bebek 125 cc 4T STD-Pemula) plus MP 6 (Bebek 110 cc 4T STD-Pemula). Isi aturannya, pada 2 kelas pemula tersebut dikembalikan pada tujuan semula yakni kelas balapan yang 3M.
Dengan adanya aturan tersebut, maka motor-motor yang turun di kelas MP5 dan MP 6 mesti dalam kondisi standar. Ubahan yang boleh dilakukan hanya ban, footpack, knalpot dan slang rem. Aturan soal kapasitas mesin masih ikut dengan buku kuning. Bagian lain seperti karburator, CDI, sok depan maupun belakang, gigi ratio wajib pakai standar pabrik.
Diberlakukannya aturan tersebut akan membuat si pembalap kecil enggak perlu susah-susah untuk menghidupkan lagi mesin motornya yang mungkin tiba-tiba ngadat. Maklum kan yang dipakai motor standar, jadi tinggal pencet stater elektrik dan balapan bisa dilanjutkan tanpa menunggu pertolongan mekanik buat dorong motor.
Menurut Dyan, pemberlakukan aturan tersebut juga agar balapan di kelas MP 5 dan MP 6 jadi banyak peminatnya dan membuat pembibitan pembalap berjalan dengan semestinya. “Saat ini di kelas pemula MP 3 dan MP 4 kontrak pembalap per musim bisa mencapai puluhan juta rupiah. Itu karena minimnya ketersediaan pembalap yang bisa bersaing di kelas tersebut dan penyebabnya pembibitan yang enggak berjalan dengan baik,” tuturnya.
Anggono, ada baiknya perwakilan dari ATPM juga duduk dalam komisi roda 2 PP IMI |
Dengan balapan menggunakan motor standar, diharapkan skill pembalap kedepannya lebih mumpuni dan membuat lahir talenta-talenta muda yang siap buat jenjang balap lebih tinggi. “Harapannya bisa ada pembalap muda Tanah Air yang dikirim untuk mengikuti sekolah balap seperti Redbull Academy,” kata Dyan.
Soal soasialisasi yang baru dilakukan pada seri ke 2, memang diakui Dyan terkesan dadakan. Namun kalau enggak sesegera mungkin diberlakukan, masa harus menunggu musim balap tahun depan. "Masih ada 7 seri buat merapikan aturan baru tersebut," ujarnya
Walau tidak dipungkiri menimbulkan kesan negatif, namun pemberlakukan aturan baru yang rencananya berlaku pada seri 3 Motoprix di Purwokerto, Jateng ditanggapi biasa saja oleh ATPM. Menurut Anggono Iriawan, Manager Safety Riding & Motor Sports Department PT Astra Honda Motor, bila memang aturan resminya yang secara tertulis mengenai pemberlakukan regulasi baru tersebut sudah beredar, pihaknya tentu akan mematuhinya.
Hal senada juga diungkapkan Ari Wibisono, manager motorsport PT Yamaha Motor Kencana Indonesia. Menurutnya aturan yang berlaku di balap nasional adalah yang tertulis dalam buku kuning dan itu yang akan dijadikan acuan untuk balapan di Purwokerto nanti.
“Sebaiknya pihak ATPM juga ada yang duduk di dalam komisi roda 2 PP IMI, sehingga saat merumuskan aturan yang hendak diberlakukan lebih mudah dan sosialisasinya lebih cepat,” saran Anggono. (otosport.co.id)
Editor | : | Billy |
KOMENTAR