Wah, akhirnya banyak yang bertanya. Bagaimana cara menghitungnya, kok bisa hemat banget? Dari pada ragu, lebih baik tanyakan langsung pada Petrus Yulianto, dari Service Enginer, PT Astra Honda Motor (AHM) yang bertanggung jawab pada penghitungan konsumsi bahan bakar pada kompetisi ini.
"Kita menghitung konsumsi bahan bakar berdasarkan bobot bensin," buka Petrus. Bobot bensin dipilih karena bisa diukur lebih presisi. "Menggunakan timbangan digital angkanya bisa sampai seperseribu," jelasnya.
Sebenarnya bisa digunakan cara full to full atau top up pada tanki bahan bakar. Cara ini lebih mudah tapi kurang presisi karena susah mengamati batas bensin saat berangkat dan setelah finish.
Rumus yang dipakai oleh Honda adalah; konsumsi bahan bakar diperoleh dari jarak (meter) dikali berat jenis bensin (gram/liter), hasilnya di bagi dengan berat bahan bakar yang terpakai (gram).
Di Medan jarak yang ditempuh semua peserta adalah 17 kilometer. "Jarak sudah ditentukan, kami sengaja tidak menggunakan odometer karena biasanya ada deviasi yang bisa merugikan peserta," ungkap pria yang berkantor di Cakung, Jakarta Timur.
Sebelumnya, tim survey sudah mengukur rute yang akan dilewat. Ada tiga simulasi, menggunakan jalur paling kanan, paling kiri dan tengah. Kemudian hasilnya dirata-rata. Untuk Medan dapat 17 kilometer. Sedang kota lain bisa berbeda, tapi tetap dalam kisaran 15 sampai 20 kilometer.
Sebelum berangkat, peserta dipersilahkan memilih sendiri botol bensin yang akan digunakan kemudian ditimbang. Begitu juga setelah mencapai garis finish, bensin kembali ditimbang. Bobot bensin yang terpakai adalah bobot bensin sebelum berangkat dikurangi bobot bensin setelah finish.
Misalnya, saat berangkat bobot bensinnya 480 gram, saat finish bobotnya 280 gram, artinya bobot bensin yang terpakai adalah 200 gram. Kalau data sudah lengkap tinggal masukan ke rumus.
Berarti, 17 kilometer atau 17 ribu meter dikali berat jenis bensin di Medan yang didapat 0,7 gram/liter. Kemudian dibagi dengan berat bahan bakar yang digunakan yaitu 200 gram. Hasilnya 59,5 liter per kilometer.
Selama lomba, peraturan yang diberlakukan panitia sangat ketat. Kunci kontak, tuas choke, kran bensin dan bagian atas tutup botol tempat bahan bakar di segel. "Kalau segel rusak kami nyatakan gagal," terang Petrus.
Artinya selama perjalanan yang ditempuh dengan boncengan, mesin tidak boleh mati. Saat berhenti di pos atau belanja, mesin motor tetap hidup. Lalu kenapa bisa irit? Lagi-lagi karena cara berkendara yang hemat (pernah di bahas pada artikel sebelumnya, klik di sini) dan keberuntungan ditengah perjalanan.
Kalau sering terjebak macet atau berhenti di traffic light pasti jadi lebih boros. "Selain itu, tiap kota beda-beda rutenya. Di Sidoarjo bisa sangat irit karena rute yang dipilih ada disekitar bandara yang tidak terlalu ramai. Tapi di Medan, bisa lihat sendiri macet dimana-mana," tutup pria ramah yang selalu tampil rapi ini.
Enggak penasaran lagi kan? (motorplus-online.com)
Editor | : | billy |
KOMENTAR