"Secara umum, kalau diberi penilaian, rapornya merah. Jadi kita memang harus bekerja lebih keras lagi. Paling menonjol adalah kurang koordinasi antar lembaga dalam hal mengatasi kemacetan di Jakarta," ujar Kuntoro.
Sporadis
Ketua Unit Kerja Presiden Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan itu melihat, dari 17 langkah yang telah ditetapkan Wakil Presiden Boediono tersebut, memang ada beberapa yang telah dilaksanakan. Namun masih bersifat sporadis dan tambal sulam. Tapi sebagian besar belum dilaksanakan. Seperti pembangunan double track kereta api hingga Cikarang serta proyek lingkar dalam kereta api.
"Saya tahu tidak mudah mengatasi kemacetan di Jakarta. Karena begitu kompleknya persoalan. Terutama karena rasio jumlah kendaraan yang beredar tidak sebanding dengan penyediaan sarana transportasi yang memadai. Karena itu turun instruksi 17 langkah ini sebagai langkah radikal yang harus ditempuh. Sejumlah kekurangan, utamanya memperbaiki koordinasi, harus segera diperbaiki," lanjutnya.
Tulus Hutagalung dari Kementerian Perekonomian hanya menyampaikan makalah bersifat formal. Yakni pemerintah akan berupaya memindahkan pola transportasi dari kendaraan pribadi dengan angkutan umum/massal. Untuk mencapai ini, diperlukan konsep pengembangan yang komprehensif dan terpadu.
"Tidak hanya mengganti angkutan umum dengan kendaraan yang lebih layak dan nyaman, tetapi juga faktor lain harus mengikuti seperti percepatan MRT, Monorel dan jalur kereta lingkar kota," sebut Tulus.
Political Will
Prof. Dr. Ofyar Tamin, Guru Besar Transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) menyebut faktor kemacetan di Jakarta terutama diakibatkan beberapa faktor. Antara lain tingginya urbanisasi ke Jakarta, meningkatnya persentase orang naik angkutan umum ke kendaraan pribadi, kondisi kendaraan umum yang kurang layak serta kurangnya pembangunan jalan layang non-tol.
"Banyak faktor yang juga belum dipenuhi untuk mengatasi kemacetan di ibukota. Strukturisasi belum rapi, jalan utama dan pendukung belum memadai, pembangunan infrastruktur untuk kereta api dan jalan tol belum maksimal, penyediaan bahan bakar gas untuk Transjakarta masih terkendala koordinasi. Namun penyebab itu tidak bisa dilaksakanan dengan baik karena tidak adanya political will untuk menyukseskan kebijakan tersebut," ujar Prof. Ofyar.
Secara kritis ia menyatakan bahwa memang tidak mudah mengatasi karut-marut macet di Jakarta. Prof Ofyar memiliki data yang cukup mengagetkan yakni pada 1996 pengguna kendaraan umum dan pribadi 50 persen-50 persen, lalu 38 persen-62 persen (2000) serta menjadi 18 persen - 82 persen (2010). Data ini menunjukkan kegagalan pemerintah menyeimbangkan pola penggunaan transportasi yang berdampak pada kemacetan yang makin menjadi di Jakarta.
Beberapa masukan disampaikan Prof. Ofyar misalnya sebelum diberlakukan ERP, sudah tidak ada parkir di bahu jalan. Tetapi parkir sudah masuk ke gedung parkir. Pemberlakuan sistem transportasi massal dengan Transjakarta harus mencakup Jakarta, Bekasi, Bogor, Depok hingga Tangerang. Karena kemacetan Jakarta salah satunya disebabkan masuk karyawan dari daerah pendukung ke Jakarta.
"Pada intinya, konsep transportasi berbasis pada jalan raya untuk Jakarta dan sekitarnya harus berbasis dengan angkutan umum massal. Kondisi yang ada sekarang harus di balik. Contohlah di luar negeri, orang lebih suka naik kereta api karena lebih murah dan cepat. Kendaraan pribadi di parkir di park and ride atau disimpan di rumah saja," tegasnya.
Koordinasi
Namun pernyataan soal rapor merah yang disampaikan Kuntoro, mendapat reaksi dari Ir. Udar Pristono, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta. "Wah, tidak benar kalau disebut merah. Laporannya belum sampai itu. Mungkin di administrasinya. Sebab banyak yang telah kami lakukan. Seperti segera diberlakukan parkir off street, busway Transjakarta juga semakin banyak bisa mengangkut penumpang dan segera diresmikan koridor 11 (Kampung Melayu-Pula Gebang), ERP siap menunggu payung hukum untuk diberlakukan, park & ride juga sudah ada sebagian dan yang lain," ujar Pristono.
Juga disampaikan Sarjana Teknik Elektro Universitas Trisakti Jakarta ini pihaknya tengah mengebut pembangunan 2 ruas jalan layang non-tol (Tanah Abang -Kampung Melayu, Blok M -Antasari) yang pada 2012 sudah bisa difungsikan. Awal tahun depan proyek MRT mulai dikerjakan. Lalu kebijakan pembatasan truk yang dirasakan manfaatnya bagi masyarakat luas.
Dikatakan Pristono, pekerjaan mengatasi masalah kemacetan di Jakarta sangat komplek dan perlu dukungan semua pihak. Dia juga setuju dengan koordinasi yang perlu dimantapkan. Dia mencontohkan, untuk menggolkan pembatasan truk di ruas Cawang-Pluit, pihaknya harus berjuang keras. Karena selain menghadapi Organda, juga Kementerian Perhubungan.
Toh, Iskandar Abubakar (Wakil Dewan Transportasi Kota Jakarta) sependapat dengan statement Kuntoro. "Memang rapornya masih merah. Tapi memang untuk mengatasi masalah kemacetan bukan tanggung jawab Pemprov DKI (Dinas Perhubungan), karena juga ada PT Kereta Api Indonesia, Dinas PU dan juga Departemen Perhubungan. Tidak ada apa-apa Pak Kuntoro bilang merah, biar menjadi pemacu semangat kita lebih keras lagi bekerja," sebut tokoh otomotif yang kini menjabat Irjen Kementerian Perhubungan. (mobil.otomotifnet.com)
Editor | : | billy |
KOMENTAR