“Sudah dua kali kejadian (kecelakaan), dan semua pengemudinya terindikasi bau minuman beralkohol,” kata AKBP Ipung Purnomo, Kasat. Patwal Ditlantas Polda Metro Jaya (PMJ). Itukah sebab utamanya?
Kadar Alkohol
Sayangnya, pihak yang menabrak hingga tulisan ini dibuat, Senin (30/5) belum berhasil dikontak. Namun begitu, sejumlah pakar memerkirakan kemungkinan, terjadinya kecelakaan tunggal itu bila sang pengemudi memang tak dalam kondisi sadar 100 persen.
Maklum, jam kejadian biasanya berada di atas jam malam alias dini hari. Seperti yang terjadi pada kecelakaan terakhir melibatkan Toyota Corolla. Berdasarkan data Traffic Management Center Polda Metro Jaya, Corolla itu nyemplung pada Rabu (25/5) pukul 02.48.
Nah, pada malam hari seperti inilah yang justru rawan terjadinya kecelakaan. Menurut Dr. Andreas A. Prasadja, salah satu faktor paling dominan yang menyebabkan kecelakaan pada malam hari adalah rasa kantuk.
“Sebesar 55% kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh kantuk. Menurut National Sleep Foundation tidak tidur selama 18 jam mempunyai bahaya yang sama dengan orang yang mengendara dengan kadar alkohol 0,08% dalam darah,” jelas sleep technologist atau ahli gangguan tidur tersebut.
Tak salah, kalau kecelakaan banyak terjadi pada jam-jam lewat tengah malam, karena pada saat itu kebutuhan tubuh untuk tidur sudah sangat tinggi. “Biasanya menjelang pagi atau subuh, itu paling mengantuk. Karena pada jam itu otak kita sudah memasuki tahap tidur mimpi, tidur RAM. Tidur ini penting sekali untuk menjaga kemampuan kognitif, emosional,” papar Andreas.
Karena itu, ia secara pasti tidak menyarankan berkendara waktu malam. “Itu kan waktunya kita tidur. Ya otomatis ngantuk, kewaspadaan menurun,” lanjut spesialis yang berpraktik di Sleep Disorder Clinic di RS Mitra Kemayoran, Jakpus ini.
Bila berkendara malam tidak terelakkan, boleh dilakukan tapi dengan sejumlah persayaratan. Tidur harus tercukupi, minimal 4 jam dan hindari zat yang merangsang aktivitas otak. “Seperti cafein, minuman berenergi. Kerja cafein itu 12-15 jam. Tengah malam kita minum, segar itu hanya sementara. Mata kita melek, tapi kemampuan kita, refleks, kewaspadaan untuk berkendara, tidak bisa direcovery,” jelas Andreas.
Jadi cara terbaik untuk mengatasi kantuk saat berkendara malam? Walaupun hanya 15-20 menit, bisa membantu tubuh dan otak jadi lebih segar. Baru sesudah itu bisa dibantu dengan kafein. “Karena tidak ada satu zat pun yang bisa menggantikan tidur. Kafein itu hanya menunda ngantuk, dia tidak bisa mengatasi ngantuk,” kata Andreas.
Karena itu, aktivitas pada malam hari yang membutuhkan monitoring, pengamatan dan kewaspadaan tidak boleh dilakukan sendirian. Termasuk mengemudi pada malam hari. “Karena menjelang pagi itu jam-jam krusial berbahaya. Mata sih melek, tapi melihat apa ya lewat aja. Mengendara dengan ngantuk, itu sama bahayanya dengan mengendara sambil mabuk. Bahkan malah lebih bahaya, karena saat ngantuk kita sering mengabaikan,” papar pria ramah ini.
Celakanya, kondisi ini juga diperparah dengan analisa pihak kepolisian. Yaitu tingginya tingkat konsumsi alkohol sehingga menyebabkan konsentrasi pengemudi semakin tidak akurat dalam berkendara.
Analisa lain diutarakan Jusri Pulubuhu. Menurutnya, lingkar Bundaran HI bukanlah daerah yang sulit. Tempat ini tidak termasuk kategori blind spot. Bahkan dari jarak jauh area ini visibility-nya sangat clear. Oleh karena itu nyemplung atau menabrak kolam dalam kondisi ideal nampaknya hal yang aneh.
“Di analisa berdasarkan accident cause-nya saya pikir sejatinya kecelakaan ini semata-mata karena gagalnya antisipasi,” ujar pakar safety driving dari Jakarta Defensive Driving Consulting di Jakarta.
Soal alkohol, menurut Jusri, di Amerika Serikat pihak berwenang biasanya melakukan tes pada pengemudi untuk uji BAC (Blood Achohol Concetration). Batas legal yang diijinkan umumnya maksimal pada BAC 0,08. “Artinya dari 1 liter alkohol yang diminum maka tubuh (secara legal) hanya diperkenankan menerima kurang dari 0,00008-liter konsentrasi,” tambah Jusri.
Sruktur
Lain lagi yang diutarakan Djauhar Arifien, SP, M.Si, Kasie. Ornamen Kota Dinas Pertamanan dan Pemakaman Pemda DKI Jakarta. Ia melihat kecelakaan yang sering terjadi di Bundaran HI, sebenarnya itu setelah adanya jalur busway yang melewati ruas singgungan Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin. Soalnya sebelum dibuat jalur khusus busway, ada semacam separator yang lebih tinggi sebelum bertemu masuk kawasan air mancur.
Nah, sejak separator dihilangkan yang saat itu berfungsi juga sebagai pot bunga, memang Bundaran HI menjadi lebih rawan. Terutama ruas dari arah Semanggi. Pasalnya, konturnya memang seperti tusuk sate. Pengemudi dengan kecepatan tinggi pasti agak keder karena seperti tiba-tiba sudah sampai ruas Bundaran HI.
Pihak Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jaya sudah mengamati itu. Makanya dari observasi, kemudian mengajukan proposal untuk membuat speed trap (semacam polisi tidur) sebelum masuk Bundaran HI dari arah Semanggi. Hanya saja sampai sekarang pengajuan itu belum mendapat respon dari Dinas Perhubungan selaku pemangku tugas.
Namun demikian, berdasarkan analisa Ir. A. R Indra Tjahjani, M.T pengajar di Fakultas Teknik Sipil di Universitas Pancasila, bila ditinjau dari infrastruktur pembuatan jalan raya di kawasan tersebut, enggak ada masalah yang memicu terjadinya kecelakaan.
Maksudnya kondisi jalan sebelum TKP (Tempat Kejadian Perkara) desainnya memang untuk dilalui mobil berkecepatan normal. Bahkan pembuatan kerb (penghalang) melingkar di Bundaraan HI dengan tinggi kurang lebih 40 cm sudah sesuai.
“Soal kerb yang mudah lepas, hal tersebut dikarenakan pembangunan sarana tersebut memang bukan sebagai tembok penghadang. Bila mobil yang membentur kerb kecepatannya enggak tinggi, maka tidak mungkin berhentinya di kolam Bundaran HI,” kata dosen yang akrab disapa ibu Ani itu.
Pembuatan speed trap bisa jadi solusi yang paling mudah dilaksanakan, untuk mengantisipasi terjadinya kembali kecelakaan serupa. Itu bila dibandingkan dengan pembangunan taman seperti di tikungan sebelum Bundaran HI dari arah Monas.
“Namun kondisi lalu lintas normal pada siang hari di kawasan tersebut laju kendaraannya enggak terlalu tinggi, jadi belum perlu speed trap. Apalagi kawasan tersebut merupakan jalan protokol,” ujar ibu Ani.
Bila menilik dari penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa kecelakaan yang beberapakali terjadi di Bundaran HI itu akibat kelalaian pengemudi. Hilang konsentrasi akibat mabuk atau mengantuk bisa mengakibatkan kecelakaan tersebut.
“Jangan lupa, enggak hafal kondisi jalan dan pengemudi pemula juga bisa membuat mobil nyelonong ke kolam Bundaran HI,” lanjut ibu ramah yang juga menjabat sebagai sekretaris Dewan Transportasi Kota DKI Jakarta.
Nah, kan! (mobil.otomotifnet.com)
Editor | : | billy |
KOMENTAR