Sedang yang kedua merupakan perangkat keamanan yang tidak diatur dengan menggunakan komputer/elektronik. Dikenal pula dengan istilah Supplementary Restraint System (SRS). Yaitu peranti tambahan yang membantu meningkatkan keselamatan selama berkendara. Seperti ABS, EBD, BA dan lainnya.
“Sudah mulai banyak digunakan dan jadi perlengkapan standar. Terutama di mobil-mobil kelas premium,” ujar Iwan Abdurrahman, section head technical Dept. PT Toyota Astra Motor di Sunter, Jakut.
Airbag
Fungsinya untuk menahan benturan yang bisa menimbulkan cedera pada pengendara. Akan meletus dalam 0,1 detik saat terjadi benturan. “Kecepatan letusannya sekitar 200-300 km/jam,” kata Iwan.
Biasanya terpasang di setir dan dashboard depan penumpang di sebelah driver. Pada mobil mewah ada juga di bawah dashboard buat menahan lutut. Lalu juga ada side airbag, biasanya ada di gorden pintu kiri-kanan dan sisi jok dekat pundak penumpang.
Pemicunya berupa sensor yang terpasang di bagian depan, belakang dan samping mobil. Sensor akan menerima getaran yang diakibatkan benturan dan melaporkan ke ECU (electronic control unit).
Selanjutnya ECU memerintahkan airbag untuk meledak. “Besarnya benturan tergantung kecepatan mobil. Biasanya jika menabrak mobil diam, pada kecepatan 30 km/jam saja airbag sudah bisa terpicu untuk meledak.”
Namun tidak semua kantung udara akan meledak, berdasarkan sensor bagian mana yang terkena benturan. “Maksudnya jika yang terbentur bagian depan berarti yang mengembang airbag depan saja. Sedang yang di samping dan belakang tidak.”
Kalau sudah meledak mau enggak mau harus diganti baru agar bisa bekerja sempurna seperti semula. Biayanya sekitar Rp 20 jutaan untuk bagian depan saja. Tetapi masih lebih murah daripada nyawa kita kan?
ABS
Antilock braking system (ABS) masuk dalam sistem pengereman kendaraan. Sesuai namanya peranti ini mencegah rem mengunci saat pedal ditekan dalam-dalam. Supaya traksi ban ke permukaan jalan tetap ada dan tidak selip. Sehingga roda masih bisa diarahkan untuk mencegah kecelakaan.
“Jadi enggak perlu dikocok lagi kaya pakai rem tanpa ABS, biarkan sistemnya yang bekerja,” ungkap Wijaya Kusuma, president director ORD Training Safety di Tebet, Jaksel.
Pada sistem rem biasa, jika pedal diinjak mendadak, ban akan mengunci. Akibatnya permukaan ban akan selip dan menyebabkan mobil meluncur tanpa bisa dikendalikan. Meski setir diputar ke kiri dan kanan ban akan tetap nyosor ke depan.
Berbeda jika menggunakan ABS. Saat darurat pengemudi hanya perlu menginjak dalam-dalam pedal rem. Efeknya pedal akan terasa bergetar. Itu akibat aliran minyak rem yang dibuka tutup oleh peranti ABS.
Lantaran dibuka tutup, efeknya kampas rem juga ikut menjepit dan melepas cakram. Semua itu terjadi dalam waktu yang sangat cepat. “Ban pun tidak selip dan arah kendaraan masih bisa dikendalikan.”
Jadi jangan dianggap saat pedal rem ABS ditekan dan bergetar dianggap terjadi kerusakan. Itu bukti kalau sistem ABS bekerja. “Justru kalau pedal tidak bergetar patut dicurigai ada kerusakan,” ungkap Iwan.
EBD
Electronic Brakeforce Distribution (EBD) juga masih masuk dalam sistem pengereman. Pada umumnya gabung dengan ABS. Berfungsi untuk mengatur aliran minyak rem sesuai tekanan pada putaran roda. Bisa depan belakang atau kiri kanan.
Misalnya pada saat mobil berjalan dan pedal rem ditekan, bobot mobil 70%-nya akan pindah ke depan. Tentu kerja rem depan harus lebih keras ketimbang belakang. “Nah untuk mengatur distribusi kerja rem depan lebih maksimal digunakan peranti ini,” ujar Momon S. Maderoni bos Indonesia SmartDrive Consulting di Utan Kayu, Jaktim.
Tidak hanya bobot depan belakang, tetapi sisi kiri dan kanan juga bisa. Misalnya jika sisi kiri jalan di atas permukaan licin sedang kanan tidak, saat pengereman komputer akan mengatur kerja rem sesuai kebutuhan. Atau misalnya saat belok ke kanan, ban sebelah kiri akan berputar lebih banyak dibanding kanan.
“Bagian ban yang berputar lebih banyak akan direm lebih kuat, jadi mobil akan tetap stabil,” tambah Iwan.
BAS
Kepanjangannya Brake Assist System. Biasanya peranti ini bergabung bersama ABS. Berfungsi untuk menambah tekanan pedal rem saat terjadi situasi darurat. Misalnya pada keadaan emergency seseorang karena panik menekan pedal rem secara tiba-tiba. Tetapi gaya tekan yang dilakukan kurang keras atau dalam. Padahal sistem ABS butuh injakkan yang kuat agar bekerja maksimal.
“Nah oleh BAS dikirim perintah untuk menambah tekanan agar ABS bekerja sempurna,” terang Iwan lagi.
Sensor BAS membacanya dari waktu pedal rem yang ditekan. Misalnya, jika dalam keadaan normal menginjak pedal rem dari mulai menekan sampai ABS bekerja butuh waktu 4 detik. Namun karena darurat seseorang menekan pedal dengan sangat cepat, hanya 0,5 detik. Dari situ sensor BAS akan menganggap kondisi dalam keadaan berbahaya dan butuh tekanan pedal lebih dalam. (mobil.otomotifnet.com)
Editor | : | billy |
KOMENTAR