Adapun EPS juga merevolusi sistem speed-sensitive power steering yang dulu dianut dengan variabel resistance. Menggunakan mode berkendara tertentu, pengemudi dapat memilih seberapa berat putaran setir yang diinginkan.
Misalnya, Servotronic pada BMW atau DSSM (Driver Steering Select Mode) pada Hyundai, yang mengubah setir jadi ringan pada mode Comfort dan lebih berat untuk feedback lebih baik di mode Sport.
Hingga kini, kendala terbesar untuk EPS adalah koneksi antar pengemudi dan jalan yang dirasakan tidak sealami power steering sistem hidrolis.
Electro-Hydraulic Power Steering
Sistem ini juga dikenal dengan Semi Electronic Power Steering atau juga Motor Drive Power Steering.
Ini merupakan pengembangan dari sistem konvensional.
Nissan jadi pengembang pertama sistem hybrid tersebut. Dikembangkan pada Nissan Fuga pada 2011 silam, untuk kenyamanan dan efisiensi bahan bakar.
Komponen yang ada dalam sistem ini sama dengan power steering konvensional (hidrolis).
Hanya saja sistem kerjanya enggak langsung ikut putaran mesin.
Ada tambahan solenoid valve pada power steering gear box dan satu kontrol unit.
Solenoid berfungsi untuk mengontrol aliran oli pada steering gear box, yang kerjanya berdasarkan arus dari control module yang menerima sinyal dari VSS (Vehicle Speed Sensor) dan TPS.
Sinyal yang dikirim untuk kebutuhan sistem ini sangat presisi.
Sehingga pengemudi akan merasakan kenyamanan berkendara dan juga handling-nya.
Steer By Wire
Steer by wire memiliki tujuan menghilangkan koneksi mekanikal dari setir ke as roda.
Prinsipnya adalah setir tidak terhubung langsung seperti sistem mekanis.
Infiniti Q50 terbaru sudah menggunakan sistem seperti ini, sedangkan yang di Indonesia belum pakai.
Terinspirasi dari pesawat, Infiniti menyebut teknologi ini Direct Adaptive Steering.
Dibanding setir mekanikal, steer by wire memiliki keuntungan seperti respon setir yang lebih cepat dan presisi. Selain itu bisa mengeliminasi getaran dari jalan ke setir, mengurangi biaya perawatan.
Karena desain lebih ringan itulah yang kemudian jadi cikal bakal autopilot.
Cara kerjanya, memutar setir akan mengirimkan sinyal ke steering force actuator, yang kemudian diubah jadi data dan dikirimkan ke ECU.
Dari situ, data diolah dan dikirim kembali sebagai sinyal ke steering angle actuator yang akan membelokkan setir.
Hingga kini, respon pasar terhadap sistem ini adalah rasa fun dan koneksi pengemudi terhadap jalan yang berkurang dibanding sistem setir mekanikal.
Do & Don’t
Umur pakai power steering bisa cukup lama, ketika pengguna kendaraan memberlakukannya enggak berlebihan dan melakukan perawatan secara rutin.
Ketika berbelok, enggak memutar kemudi sampai mentok.
Karena itu akan membuat kerja pompa power steering makin berat.
Selain itu, saat parkir selalu kondisikan ban dalam posisi lurus.
Ini untuk menghindari pompa power steering langsung bekerja keras, ketika mesin dinyalakan.
Untuk perawatan, wajib melakukan ganti oli setahun sekali.
Oli yang bersirkulasi, lama kelamaan akan mengalami penurunan fungsi.
Masalah Umum
Pada umumnya kerusakan pada power steering, terjadi akibat dari beberapa hal.
Seperti umur pakai dan ini biasanya terlihat pada komponen sil rack steer.
Rembesan oli jadi penanda kerusakan pada bagian ini.
Selain itu, ada suara mendengung saat kemudi diputar.
Boot rack steer yang berbahan karet, juga rentan rusak.
Itu akibat sering dipakai melibas jalanan rusak, komponen tersebut akirnya sobek.
Jangan dibiarkan saja, kalau ingin as setir tetap mulus tanpa karat.
Listrik sangat alergi pada air dan oleh karenanya, EPS malfunction biasanya akibat terkena air.
Kalau sampai seperti ini, maka jangan heran kalau semua peranti EPS harus diganti baru.
Beda dengan sistem konvensional yang hanya melakukan penggantian pada bagian yang rusak saja.
Editor | : | erie |
KOMENTAR