Otomotifnet.com – Suzuki Jimny lawas hingga saat ini masih digemari penyuka mobil 4x4.
Contohnya Jimny berkode bodi SJ410 keluaran 1985 ini, ia begitu disayang oleh Agus Samsudin, sang pemilik.
Meski mesin 4 silinder berkapasitas 970 cc bawaan SJ410 tenag dan torsinya terbilang imut-imut alias minimalis, tak jadi soal baginya.
Namun perihal performa mesin F10A bawaan SJ410 yang pas-pasan tersebut, menguatkan tekad Agus untuk melengserkannya dan diganti yang lebih powerfull.
Baca Juga: Suzuki New Jimny Jadi Mini Land Rover, Pasang Enggak Pusing, Ban Tak Pernah Salah
Setelah tanya sana-sini, iapun bulat mengambil keputusan untuk melakukan engine swap dengan mesin 4 silinder berkapasitas 2.0 liter, DOHC, milik Suzuki Escudo 4x4.
“Saya jatuhkan pilihan pada mesin J20 ini karena idealis, namun juga realistis,” tutur pria yang berprofesi sebagai arsitek ini.
Idealisnya, “Mesin ini memiliki performa dengan tenaga melimpah dan ringan, karena terbuat dari bahan almunium untuk blok dan head silindernya, serta sudah dilengkapi dengan pemasok bahan bakar injeksi,” jelas Agus yang berdomisili di Malang, Jawa Timur.
Masalah dan kendala yang ada pada saat pemasangan, bagi Agus itu urusan nanti.
“Sing penting mesine joss, begitu pun dengan dengan girboks dan transfercase-nya, hehehe..,” kekehnya.
Konsekuensi penggantian mesin ini pun diterima, seperti letak tongkat girboks yang kudu pindah hingga 40 cm.
Hal tersebut otomatis membuat transfercase-nya harus ikutan geser.
Dampak lain, kopel belakang terpaksa harus dibikin jadi lebih pendek, sehingga travel suspensi belakang pun jadi terbatas.
Baca Juga: Suzuki JImny 1982 Trepes Gaya JDM Klasik Baru Tayang di Otojadul
Meski begitu, secara keseluruhan semua perangkat dapat berfungsi dengan baik termasuk suspensi.
Selain itu, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada langkah engine swap ini, Agus merasa terpuaskan.
“Wis... sejauh ini mak nyos,” tutupnya sembari mengacungkan jempol.
Untuk ulasan lengkapnya, simak Tabloid OTOMOTIF edisi 23-XXX mendatang ya!
Editor | : | Andhika Arthawijaya |
KOMENTAR