Otomotifnet.com - Anda yang besar dalam dunia motorsport pada medio 90-an, terutama di cabang motocross pasti tak asing dengan nama Toddy Andries.
Pria yang berprofesi jadi racing director atau pimpinan lomba tersebut, sudah menggeluti profesinya sejak tahun 80-an.
Rupanya sebelum jadi pimpinan lomba, Toddy sempat ikut berbagai macam olah raga bermotor. Mulai dari gokart, road race, reli sampai balap mobil di sirkuit Ancol.
Toddy sendiri merupakan orang Indonesia pertama yang punya lincence untuk kejuaran dunia motocross dari FIM.
Baca Juga: 30 Tahun Otomotif: Dicky 'Jambret' Setiawan, Jago di Road Race Andal di Balap Mobil
Oleh ketua IMI saat itu, Hutomo Mandala Putera, Toddy diberi kesempatan untuk mengambil lisensi internasional sebagai pimpinan lomba.
“Saya diberi kesempatan untuk mengambil licence untuk pimpinan lomba. Saya tanya sama dia, ‘mas saya disuruh keluar ambil licence motocross buat apa? Kan motocross kita amburadul’,” seru Toddy.
“Dia tidak menjawab. Dia bilang pokoknya lu berangkat,” tambahnya.
Toddy sendiri didukung oleh rekan-rekan, salah satunya Dolly Indra Nasution. Karena waktu itu Indonesia sudah banyak sekali bikin balapan internasional.
Yang lucu adalah, Toddy sempat salah kirim saat pertama kali pergi untuk mengambil licence. Pria kelahiran 1 Januari 1944 tersebut malah dikirim ke Inggris.
“Saat sampai di salah satu seminar, balapannya malah dirt race. Sampai di sana, apa ini? Dalam hati saya, kalau juga saya lulus balap kayak gini mau di mana. Ternyata salah kirim,” kekeh Toddy.
Untuk yang kedua kali, Toddy diberi kesempatan lagi oleh Tommy. “Dia bilang, oke yang kirim lo lebih bodo dari lo. Sekarang lo pilih sendiri mau ke mana,” kenang Toddy sambil tertawa.
Setelah mencari-cari sendiri, akhirnya ia berangkat ke Italia untuk mengambil lisensi Motocross dan Supercross.
Mujur, setelah Toddy lulus ia terpilih menjadi anggota dari komisi Motocross di FIM.
Sewaktu jadi pimpinan lomba motocross yang pertama, yang hadir, juri, ketua juri sama pengamat-pengamatnya anggota FIM yang merupakan rekan-rekan Toddy di sana.
“Saya boleh berterima kasih pada mereka (rekan-rekan) diberi kesempatan dan kepercayaan untuk memimpin lomba-lomba kayak begitu,” jelas pria yang bermukim di kawasan Cirendeu, Tangerang Selatan.
Baca Juga: 30 Tahun OTOMOTIF: Piters dan Frans Tanujaya, Dua Legenda Motocross yang Pernah Icip Road Race
Dekat dengan Alm. Helmy Sungkar
Banyak daerah dan kota-kota besar di Indonesia yang Toddy kunjungi dengan alm. Helmy Sungkar dalam rangka kejurnas motocross, kejurnas road race.
“Waktu saya ikut sama Helmy, itu tiap minggu saya nggak di rumah,” ujar Toddy yang mengaku puncak karirnya ada pada medio 90-an.
Menurutnya Helmy Sungkar jago dalam mengorganisir balap sedemikian rupa di beberapa kota besar di tanah air. Sehingga hampir setiap minggu bisa dilaksanakan balap motor.
Ikut beberapa kali road race, seperti Gudang Garam, OMR Suzuki, sampai kejurda dan kejurnas. Baru kemudian ikut ke motocross.
“Dia sih enggak ada duanya lah, orangnya, kemanusiaannya luar biasa,” aku Toddy.
Setelah Helmi Sungkar wafat, Toddy lebih banyak beralih ke balap drag motor. Bahkan sempat mendapat licence untuk balap tersebut.
Tegas Dalam Lomba
“Saya strick, saya tidak kenal kamu, saya tidak kenal dia. Kamu berjalan baik saya diamkan, kamu salah saya cut. Itu yang menunjang karir saya di pimpinan lomba,” jelas Toddy yang terkenal tegas sebagai pimpinan lomba.
Salah satu pengalaman yang berkesan, waktu diadakan kejuaran dunia motocross di Yogayakarta, Toddy beserta tim pernah mendiskualifikasi calon juara dunia motocross 125 cc. Karena pembalap asal Italia tersebut membuat kesalahan yang diketahui oleh marshal lapangan anak buah Toddy.
“Kesalahannya ada unsur tidak sengaja, tapi kalau di kejuaraan dunia tidak ada yang bisa bilang tidak sengaja,”
“Jadi startnya kalau kejuaraan dunia bisa sampai 40 starter. Setelah start ada tikungan pertama balik arak ke kanan. Dia jalan dan masuk ke dalam, mengincar titik pengereman."
"Karena semua menuju titik yang sama, dia jadi kedorong tapi keluar ke jalur selanjutnya,” ujar Toddy sambil menerangkan posisi kesalahan si pembalap dengan tangannya.
Baca Juga: Honda Mega Pro Tanpa Jok, Bisa Loncat-loncat, Mesin Jadi 240 cc
Dalam peraturan motocross, baik kejurnas dan kejuaraan dunia, pembalap tidak boleh memotong jalur, meski itu hanya setengah meter.
“Jadi kalau Anda kedorong, dia harus berhenti. Balik ke tempat dia terlempar. Setelah rombongan lewat baru ia jalan. Dalam motocross di mana Anda keluar dari jalur, Anda harus balik di titik terdekat di mana Anda keluar di jalur yang awal,” tambah Toddy.
Dulu tidak ada kamera untuk membuktikan suatu pelanggaran, jadi pembalap yang bersangkutan harus dipanggil untuk menghadap pimpinan lomba dan juri. Berikut marshal yang sedang bertugas di tempat sebagai saksi.
“Juri dari FIM meminta saya, ‘tolong Anda tanya sama dia (marshal) dan tolong tidak ada nego-nego. Kita tidak mengerti bahasa Anda tapi saya percaya bahwa apa yang dia bilang kamu terjemahin’,’” ujar Toddy menirukan salah satu representatif dari FIM saat itu.
Karena ketegasan dan kecermatan, tim Indonesia (pimpinan lomba, marshal) waktu itu dapat pengakuan, salah satu tim yang terbaik di dunia.
Setiap memimpin lomba Toddy akan bilang kepada anak buahnya semua pekerjaan berarti.
“Misal Anda hanya bawa bendera, itu bukan pekerjaan remeh karena berpengaruh dalam jalannya lomba,” ujarnya.
Poin-poin tersebut saat Toddy memimpin lomba, baik road race atau motorcross akan ia utarakan untuk memberi mereka dedikasi.
“Kalau kamu bilang kamu capek, saya juga capek. Kalau kamu bilang kepanasan, saya juga kepanasan. Saya bukan model pemimpin lomba yang duduk di dalam tenda sedangkan anak buahnya kepanasan. Gue akan berdiri bareng sama lu orang di luar. Itu poin-poin saya yang membuat saya kuat di dalam memimpin suatu lomba,” jelasnya.
Setelah kejuaraan dunia itu, contoh tersebut ia bawa setiap memimpin kejuaraan nasional.
Baca Juga: Honda XL500 Wajahnya Sangar, Adopsi gaya Scrambler, Kental Aura Motocross 80an
Sehingga meskipun hanya balap lokal, ketegasan ala world championship tetap ia terapkan.
Toddy pun mengapresiasi balap motor saat ini, khususnya di kejuaran dunia. Di mana peraturan kian ketat dengan penalti yang lebih modern. Seperti long lap penalty yang ada di MotoGP.
Ia menyayangkan kalau sekarang beberapa penyelenggara ada yang menggampangkan ikut balap tanpa KIS. Menurutnya sama seperti naik sepeda motor. Harus punya SIM sebelum boleh berkendara naik motor.
“Sama seperti di balap, ini anak tidak mengerti akan rulesnya. Dia cuma tau peraturannya, harus ada ini-itu baru boleh ikut, tapi apa ketentuan-ketentuannya ia tidak mengerti,” jelas Toddy yang membandingkan dengan jaman ia bersama Helmy Sungkar, lebih tegas dalam peraturan.
Humanis dan Dekat dengan Pembalap
Toddy menyebut kalau memimpin lomba bukan hanya bertanggung jawab dengan balapannya saja, tetapi secara keseluruhan. Misal pembalap, harus pakai sepatu boots yang menutupi mata kaki.
Namun, suatu ketika sempat ada pembalap yang tidak sanggup untuk membeli sepatu boots, karena harganya terbilang mahal.
Toddy akhirnya memberi masukan untuk membalut sepatu dan kaki dengan lakban sampai tebal agar aman untuk sementara. Tidak serta merta melarang pembalap itu untuk tidak balapan.
“Saya bilang, kalau kamu punya rejeki kamu beli sepatu yang benar,” ujar pria berdarah Ternate dan Perancis tersebut.
Satu lagi yang menurutnya berkesan adalah Asep Hendro. Pembalap senior ini rupanya punya cerita yang cukup menyentuh Toddy.
Baca Juga: Enggak Banyak Yang Tahu, Ini Sebabnya Valentino Rossi Senang dan Jago Reli
Sebelum menjadi seperti sekarang ini, dulu Asep Hendro membalap sekaligus sambil berdagang barang perlengkapan balap bekas.
“Itu orang tekadnya luar biasa. Saya masih ingat, itu di motornya ada boks untuk membawa sepatu dan baju balap bekas yang akan ia betulkan dan dijual lagi,” jelas Toddy yang berkata AHRS bisa menjadi besar karena tekadnya yang luar biasa.
Selain itu, kalau ada pembalap yang melakukan pelanggaran saat balapan, setelah balap diajak bertemu dan ngobrol, dijelaskan soal salah dan benar. Sehingga tidak ada kesan buruk dan tidak diambil hati.
Atensi-atensi yang Toddy beri kepada pembalap membuat orang mengenalnya tidak hanya sebatas jadi pimpinan lomba. Mereka jadi lebih respect di dalam dan di luar trek.
Toddy sendiri sudah menjadi pimpinan lomba sekitar 35 tahun, dan belum berhenti sampai sekarang.
Hanya porsinya dikurangi, saat ini ia hanya pegang drag race, baik motor maupun mobil.
“Saya selalu berprinsip bahwa yang saya adu adalah manusia, bukan kambing. Sehingga apa yang saya lakukan, yang pertama saya pikirkan adalah safety dari mereka dan penonton,” rinci pria yang masih suka mengendarai motor sendiri ini.
Toddy juga memberi masukan untuk generasi muda yang ingin menjadi pemimpin lomba. Kalau jadi pimpinan lomba, jadilah orang yang punya martabat bahwa Anda tidak boleh pilih kasih.
“Kalau Anda merasa ada orang yang melakukan kesalaha, terus Anda tidak berani ambil tindakan. Hal tersebut di dalam dunia balap akan sering terjadi. Kalau Anda tidak ambil tindakan akan memberi kesan pilih kasih,”
Kedua kalau salah tetap salah. Kalau benar Anda harus mengakui kalau Anda benar. “Tidak usah takut, berani di dalam jalur yang benar. Benarnya selalu berdasarkan regulasi yang ada, jadi jangan Anda membuat regulasi sendiri,” tambah Toddy.
Baca Juga: Hasil Lomba MotoGP Inggris 2021, Yamaha Yang Juara, Aprilia Bikin Sejarah
Kenangan dengan Alm. Sonny SA
Toddy juga punya kenangan dengan almarhum Saksono ‘Sonny’ Sostro Atmojo. Pembalap motor legendaris dari Indonesia yang meninggal ketika mengikuti balapan di Praha, Cekoslowakia, 12 Agustus 1972.
“Sonny selalu datang ke rumah ketika masih tinggal di Cikini. Saya sama dia, sore-sore sering diajak jalan ke Bandung naik Norton atau BSA,” ujarnya.
Satu waktu, Toddy diajak untuk mengambil motor Suzuki 500 cc dari Suzuki Indonesia. Di perjalanan pulang, mereka mampir ke Jl. Batu Tulis, Jakarta Pusat, tempat banyak tukang batu cincin di pinggir jalan.
“Setelah berhenti, dia keluarin dompetnya dan dikeluarkan batu ini. Kemudian menyuruh saya untuk mengikat batunya,” instruksi Sonny ke Toddy untuk memasangkan batu ke cincin.
Batu cincin tersebut diberikan ke Toddy, seminggu sebelum Sonny pergi ke Ceko. Cincin berisi batu Duri Bulan tersebut masih melingkar di jari Toddy sampai sekarang.
Salah satu adik dari Sonny bahkan sempat ingin membarter cincin tersebut dengan Toyota Corolla. Tetapi tidak diberikan oleh Toddy.
“Ini kan batu punya kakak lo, jadi ini gue kasih aja. Lo kan adiknya dia,” ikhlas Toddy. Namun, rupanya ditolak.
“Orangnya emang jago. Kami latihan waktu ada Pertamina Racing Team, naik Norton sama Yamaha kalau tidak salah di Ancol. Muter-muter, kami sudah Latihan seminggu. Waktu satu putaran misalnya kami satu koma dua, begitu dia muter bisa di bawah satu,”
“Jadi makanya menurut hemat saya, pembalap yang bener-bener bertalenta salah satunya Sonny. Natural born racer,” tutup Toddy.
Baca Juga: Sidarto SA, Legenda Motorsport Indonesia Berpulang, Merek Minuman Bersoda Sering Dilontarkan
Dapat Masukan dari OTOMOTIF Group
Rupanya dalam menjadi pemimpin lomba, Toddy juga mendapat masukan-masukan dari OTOMOTIF group.
“Saya sempat diundang saat gathering OTOMOTIF Group di kawasan Cipanas. Waktu saya diundang, pertanyaan mereka ‘om kami mohon jawaban yang jujur dari om, apakah Motor Plus dan OTOMOTIF harus meneruskan sistem kita atau tidak?’ karena OTOMOTIF Group selalu counter atau mengkritik penyelenggara,” ujar Toddy menirukan pertanyaan Agus Langgeng, pemimpin redaksi Tabloid OTOMOTIF kala itu.
Ia pun menjawab teruskan saja secara tegas. Ternyata ketika itu Toddy juga ikut buka rahasia kepada awal redaksi OTOMOTIF.
“Saya jadi pinter pimpinan lomba sebetulnya dari Motor Plus sama OTOMOTIF. Karena setiap lomba di mana kalian liput saya baca. Saya baca kesalahan-kesalahan yang kalian bisa dapatkan dari penyelenggara atau dari pimpinan lomba. Nah kesalahan dia saya perbaiki,” seraya menyebut teman-teman OTOMOTIF Group sebagai ‘intelnya’ dalam balapan.
Melalui OTOMOTIF dan Motor Plus, Toddy mengaku mempelajari balapan yang akan ia jalani dari balapan sebelumnya. Sehingga poin-poin kesalahan tadi tidak ada di kala ia memimpin balap.
“Yang mengkoreksi kalian, kan kalian pantau. Kalian tidak punya tendensi apapun, objektif sebagai media saja. Tapi Anda mengutarakan apa yang Anda lihat,” sebutnya.
Menurut pria yang hampir 77 tahun ini, orang akan maju kalau dikritik dan mau dikritik, serta mau mendengar. Jangan menganggap paling jago sendiri. Penting sekali! Rangga
Editor | : | Antonius Yuliyanto |
KOMENTAR