"Karena itu, teman-teman kami minta tandatangan dukungannya. Sebab pembangunan tol ini, bukan sekadar mengatasi kemacetan tetapi juga demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah di Madura," jelas Ismail.
Ismail mengakui, penggalangan tandatangan dilakukan, karena ia sering mengikuti diskusi termasuk saat Focus Group Discussion (FGD) yang digelar di Universitas Dr Soetomo beberapa waktu lalu.
Ia mengaku diberi amanah ketua Dewan Pembangunan Madura (DPM) untuk menggalang dukungan di kalangan dewan.
Dijelaskan Ismail, untuk mengatasi kemacetan di Madura, dalam FGD itu muncul beberapa opsi.
Pertama menghidupkan kembali rel Kereta Api (KA) dari Kalinget, Sumenep sampai Kamal, Bangkalan.
Baca Juga: Belum Ada Anggaran, Proyek Tol Lubuklinggau-Bengkulu Baru Bisa Dimulai Tahun 2023
Namun berdasarkan kajian yang dipaparkan konsultan Institut Teknologi Surabaya (ITS), opsi pertama ini beresiko berat dan biayanya besar.
Sebab di atas rel KA dari Sumenep – Kamal lama, sudah berdiri ribuan rumah warga, perkantoran dan pertokoan.
Kalau dipaksakan, aktivasi rel KA itu akan memicu penggusuran sehingga mengakibatkan konflik sosial yang tinggi.
Sedangkan opsi kedua adalah pelebaran jalan nasional dan pembangunan jalan layang di sejumlah titik-titik kemacetan sepanjang sisi Selatan Madura.
Tetapi ini juga merupakan solusi sesaat, bukan untuk jangka panjang dan opsi ke tiga adalah pembangunan TTM.
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR