Otomotifnet.com - Kenaikan harga Pertalite dan Solar akan diumumkan sebentar lagi.
Ini setelah subsidi yang membengkak bikin pemerintah angkat tangan.
Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengaku dirinya mendapat informasi valid bahwa pemerintah akan mengumumkan kenaikan harga Pertalite dan Solar.
Berdasarkan informasi yang diterimanya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengumumkan kenaikan harga Pertalite dan Solar pada 1 September 2022.
Tinggal hitungan hari saja.
"Bilang saja, Jokowi terpaksa menaikkan harga BBM per 1 September, dengan memberikan bantalan sosial sebelum harga BBM subsidi dinaikkan," ujarnya melalui pesan singkat (28/8/2022).
Meski demikian, menurut Fahmy pemerintah harusnya dapat mengatasi dahulu subsidi BBM yang banyak salah sasaran lewat pembatasan.
"Mestinya atasi dulu salah sasaran melalui pembatasan. Jangan cari solusi gampang tanpa berkeringat," katanya.
Dia mengungkapkan, kalau saja Peraturan Presiden (Perpres) tentang pembatasan BBM subsidi ditandatangani besok, maka 60 persen kuota Pertalite dapat diselematkan.
Sayangnya untuk pembatasan BBM subsidi ini dinilai sulit terlaksana, karena dirinya menduga pengguna Solar di industri bermain via oligarki.
"Kalau Pertalite dan Solar subsidi dibatasi, industri besar pengguna Solar subsidi dirugikan. Karena itu, pilihan pemerintah menaikkan harga subsidi, bukan membatasi," pungkas Fahmy.
Adapun dia memperkirakan harga Pertalite akan naik menjadi Rp 10.000 per liter dari saat ini Rp 7.650, dan Solar menjadi Rp 8.500 per liter dari saat ini Rp 5.150.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, mengatakan penyesuaian harga BBM untuk mengurangi beban APBN merupakan langkah yang tepat.
Ia pun mengatakan anggaran subsidi BBM sebaiknya dialihkan untuk pembangunan sektor lain, seperti pendidikan dan kesehatan.
"Bahasanya bukan kenaikan, tapi lebih kepada mengurangi beban subsidi yang harus pemerintah bayarkan kepada badan usaha," katanya.
"Saya kira hal ini perlu dilakukan untuk menyelamatkan beban keuangan negara," imbuh Mamit.
Mamit menuturkan, beban keuangan negara semakin berat jika tidak ada pengurangan subsidi bisa dipastikan.
Saat ini, beban kompensasi yang harus dibayarkan negara kepada badan usaha sangat besar kurang lebih Rp 502 triliun.
Mamit perkirakan, butuh kurang lebih Rp 65 triliun untuk menambah beban subsidi BBM dan kompensasi sampai akhir tahun ini, jika tidak ada pembatasan atau ruang fiskal yang cukup kuat untuk APBN.
"Penambahan kuota untuk Pertalite kurang lebih lima juta kiloliter dan solar subsidi kurang lebih 1,5 juta kiloliter," katanya.
Dengan adanya pengurangan beban subsidi
ini, maka bisa dipastikan akan sangat membantu keuangan negara," imbuh Mamit.
Lebih lanjut, ia sarankan pemerintah untuk menghentikan pemborosan APBN karena uang negara bisa dialihkan untuk hal yang produktif di sektor lain yang membutuhkan.
Jika negara bisa mengalihkan Rp 100 triliun dari subsidi BBM ke sektor pendidikan dan kesehatan, dampak yang ditimbulkan akan luar biasa besar bagi kemajuan Indonesia.
"Berapa banyak siswa SD sampai SMA yang mendapatkan beasiswa. Setiap siswa mendapatkan Rp 12 juta selama satu tahun, maka akan ada 8,3 juta siswa yang akan mendapatkan beasiswa selama satu tahun," ucapnya.
Ia mencontohkan bila setiap siswa mendapatkan sebesar Rp 12 juta selama satu tahun, maka ada 8,3 juta siswa yang akan mendapatkan beasiswa selama satu tahun.
Sedangkan, bila membangun sekolah dengan biaya Rp 2,5 M, maka akan ada 40.000 sekolah yang bisa dibangun.
Sementara, kalau untuk pembangunan puskesmas senilai Rp 5 miliar, maka akan ada 20.000 puskesmas terbangun.
"Itu kalau kita bisa melakukan penghematan Rp 100 triliun. Bayangkan kalau kita bisa menghemat lebih besar lagi," ujarnya.
"Jadi, menurut saya lebih baik untuk hal produktif dan bisa meningkatkan perekonomian masyarakat," pungkas Mamit.
Baca Juga: Permintaan Pertalite Meningkat di Jatim, Bali, Nusa Tenggara, Efek Isu Harga Naik
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR