Otomotifnet.com - Belum kelar berita soal jalan rusak parah di provinsi Lampung, kini kembali mencuat soal mobil dinas Gubernur, Wakil Gubernur Provinsi Lampung berserta jajarannya menunggak pajak.
Weleh-weleh, hal ini tentu sebuah ironi. Mengingat realisasi APBD Provinsi Lampung masuk peringkat 3 nasional.
Bahkan serapannya mencapai 95 persen jauh di atas rata-rata daerah yang hanya 87 persen.
“APBD Provinsi Lampung tahun 2021 sebesar Rp 7,38 triliun. Untuk belanja operasional (belanja pegawai) sebesar 30 persen atau setara Rp 2,14 triliun,”
“Sedangkan belanja modal berupa belanja pemeliharaan jalan dan irigasi hanya Rp 72 miliar (setara 1 persen),” beber Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata.
Ia melanjutkan, belum lagi anggaran belanja modal jika digelontorkan tidak seluruhnya untuk pembangunan/pemeliharaan jaringan jalan dan irigasi.
Yaitu masih ada praktek return fee kisaran 10–15 persen yang sulit untuk dihapus hingga sekarang.
“Adanya konsultan pengawas yang tugasnya membantu pemerintah untuk mengawasi pekerjaan yang sedang dikerjakan, kenyataan di lapangan terjadi bersekutu dengan kontraktor untuk memuluskan tagihan,”
“Konsultan pengawas mendapat honor tambahan dari kontraktor, sudah pasti kerja konsultan tidak sesuai harapan pemilik pekerjaan,” ungkap Djoko, yang juga menjabat Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat.
Masih menurutnya, konsultan pengawas tidak membayar gaji optimal ke personal yang mengawasi pekerjaan, karena konsultan pengawas juga memberikan return fee ke pemilik pekerjaan.
Proyek jalan bisa dikerjakan dengan prosentase 60 persen dari nilai kontrak sudah cukup bagus.
Rata-rata kurang dari itu. Sisanya, 40 persen terbagi untuk membayar pajak, keuntungan kontraktor, kepentingan return fee, biaya operasional non teknis.
“Di sisi lain, hendaknya Kemendagri dapat mengurangi belanja operasional dan menaikkan belanja modal. Komposisi belanja modal harus lebih besar ketimbang biaya operasional,” bebernya lagi.
Ia juga menambahkan, fasilitas pejabat banyak yang berlebihan. Misalnya biaya perjalanan dinas, mobil dinas lebih dari satu dan harganya mahal.
“Cukup satu mobil dinas untuk setiap kepala daerah. Juga pejabat di bawahnya tidak perlu semua diberikan kendaraan dinas, cukup kendaraan operasional,”
“Dibiasakan ASN menggunakan angkutan umum yang murah hanya untuk ke tempat kerja,” tegas pria ramah ini.
Lebih lanjut Ia beragumen, melalui kebijakan ASN menggunakan angkutan umum, maka kepala daerah berkewajiban membenahi kondisi transportasi umum di daerahnya.
“Tidak seperti sekarang, transportasi umum dibiarkan mati pelan-pelan dan tidak ada upaya kepala daerah membenahi menjadi lebih baik,” imbuhnya lagi.
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR