Tapi, singkong juga merupakan bahan pangan.
"Jangan-jangan nanti seperti dulu lagi, etanolnya hilang atau mungkin kurang dari 5 persen. Indonesia juga sedikit sekali punya pabrik etanol," ujar Yus.
Yus mengatakan, beberapa waktu lalu ada Molindo yang mau masuk ke Pertamina, tapi masih kurang pasokannya.
Kemudian, molase itu sendiri juga rebutan dengan pabrik penyedap rasa atau bumbu masak.
"Sebab, itu salah satu bahan bakunya juga. Selain itu, untuk ekspor juga laku. Jadi, molasenya belum tentu cukup," tutur Yus.
"Apalagi, pabrik gula di sini juga belum banyak. Mungkin juga karena itu hanya 5 persen, untuk melihat kemampuan pasokannya seperti apa," kata Yus.
Menurut Yus, jika mungkin diberlakukan Domestic Market Obligation (DMO), program bioetanol ini bisa berjalan sesuai rencana.
"Jadi harus dijual di Indonesia sebanyak sekian persen. Misalkan, seperti CPO (Crude Palm Oil), harus dijual di dalam negeri sebanyak sekian persen, untuk minyak goreng dan bahan bakar," cetusnya.
"Mungkin kalau etanol diberlakukan seperti itu dan pemerintah konsisten, mungkin bisa berjalan juga. Barangkali, bisa memicu pendirian pabrik etanol," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, proses pembuatan etanol dari tebu tidak akan mengganggu produksi dari pabrik gula.
Sebab, pihaknya hanya akan mengambil tetes tebu, sehingga tidak rebutan dengan pabrik gula.
"Jadi kami akan terus lakukan riset-riset untuk menghasilkan bioenergi dari bahan baku nabati," tandas Nicke belum lama ini.
Baca Juga: Kualitas BBM Baru Pertamina Ungguli Pertamax, Ahli UGM Bicara Soal Harga Bioetanol
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR