Otomotifnet.com - Juru parkir liar menjamur di Jakarta, mulai depan ATM bank sampai minimarket.
Rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan memberantas jukir liar dicap mustahil.
Meski dalam beberapa hari terakhir sudah dilakukan dan dinilai kurang efektif.
Di sisi lain, ada beberapa faktor yang membuat para jukir liar di Jakarta sulit diberantas, mulai persoalan bekingan kuat hingga profesi menjadi ladang uang.
Belum lagi, solusi yang ditawarkan Pemprov DKI berupa pekerjaan pengganti profesi mereka belum bisa terealisasi.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan, bekingan para jukir liar di Jakarta menjadi faktor terbesar sulitnya mereka diberantas.
"Ada bekingan itu. Ada kelompok kesukuan, petugas entah itu dari kalangan penegak hukum sendiri. Bahkan hingga parpol karena itu banyak," ujar Trubus, (20/5/24) melansir Kompas.com.
Contoh yang membuktikan para jukir liar sulit ditertibkan yakni munculnya mereka kembali ke minimarket.
Salah satunya berada di minimarket di Koja, Jakarta Utara.
Berdasarkan keterangan jukir liar di minimarket, bahwa mereka dilindungi oleh ketua RW di lingkungannya jika ada penertiban dari Dishub dan Satpol PP DKI.
Menurut Trubus, keterlibatan untuk melindungi jukir liar bukan saja Ketua RT, melainkan yang terkuat adalah sekelompok ormas hingga oknum aparat keamanan.
"Jadi tidak akan mampu (menertibkan jukir liar). Jadi jangka pendek saja, kalau ngomong parkir liar ini seperti ngomog kaset rusak," kata Trubus.
Bukan saja soal bekingan, jukir liar di Jakarta sulit ditertibkan karena profesi yang menjadi persoalan bertahun-tahun itu dibiarkan tumbuh subur hingga menjadi lahan basah mencari uang.
"Kalau saya melihatnya ini, satu kalau itu adalah lahan basah. Selama ini dijadikan ladang cuan bagi kelompok tertentu," kata Trubus.
Hampir semua para jukir liar itu memberikan sebagian uang hasil parkir kepada sejumlah kelompok atau perorangan yang menjanjikan untuk membekingi.
Belum lagi, menurut Trubus, operasi penertiban jukir liar yang dilakukan Dishub dan Satpol PP DKI hanya dilakukan beberapa hari saja, sehingga menjadi upaya jangka pendek.
"Kedua saya melihat ini kebijakan yang dilakukan oleh Pak Heru Budi ini seperti hanya pemadam kebakaran gitu. Kalau tidak ada solusi, bakal muncul terus," kata Trubus.
Salah satu jukir liar minimarket di Koja, Mian (70) tetap memilih bekerja seperti biasa meski sudah ditertibkan.
Alasannya karena uang hasil markir untuk makan.
Sebab, Mian yang sudah masuk lansia menjadi tulang punggung keluarga dan memiliki banyak tanggungan di rumah.
Bukan hanya istri, ada kedua anak Mian juga masih menggantungkan hidup kepadanya.
Menjadi jukir liar minimarket merupakan pekerjaan yang sudah digeluti 10 tahun belakangan.
Pekerjaan ini menjadi andalan Mian untuk menghidupi keluarganya.
"Saya di rumah punya tanggungan anak, yang satu 20 tahun, yang satu 15 tahun. Masih pada sekolah," ucap Mian, (20/5/24).
Selama menjadi jukir, Mian mengaku, profesinya itu dilindungi oleh Ketua RW di lingkungannya.
Ia akan dibantu jika terkena penertiban dari Dishub dan Satpol PP.
Hal itu yang menjadi alasan Mian untuk memilih tetap bekerja seperti biasa meski sudah ditertibkan petugas Dishub beberapa waktu lalu.
"Biasa-biasa aja, ada yang menanggung ini kan RW," kata Mian.
Mian merasa begitu yakin akan mendapat pertolongan karena selama ini sebagian pendapatan memarkirnya juga disetor untuk uang kas RW.
"Kadang dapat Rp 50.000 sampai Rp 60.000, setor Rp 30.000 sama RW yang punya wilayah," ucap Mian.
Uang kas itu digunakan untuk mendukung berbagai kegiatan warga, misalnya karang taruna, rapat dan lain sebagainya.
Baca Juga: Hitungan Kasar Penghasilan Jukir Liar di Jakarta, Per Hari Tembus Rp 1,28 Miliar
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR