Jika dicabut, apa efeknya bagi industri otomotif? Pasalnya, banyak APM (Agen Pemegang Merek) melakukan importasi dalam bentuk CBU seperti Ford, Mazda, Peugeot. Bahkan beberapa APM berstatus produsen juga masih menjual unit CBU seperti Toyota, Daihatsu, Honda, Mitsubishi, Suzuki.
“Kami tidak terpengaruh karena izin usaha kami memang distributor dan importir. Jadi kami bukan produsen,” sahut Astrid Ariani, Marketing Manager PT Mazda Motor Indonesia. Begitu pula jawaban Bagus Susanto, Managing Director PT Ford Motor Indonesia, “Kami tidak memiliki fasilitas produksi di Indonesia. Semua 100% impor dari Thailand dan Filipina.”
Namun bagi produsen seperti PT Toyota Astra Motor (TAM) kok masih bisa mengimpor Alphard dan Land Cruiser? “Sejak 2003 kedudukan PT TAM adalah distributor dan importir umum, sedangkan PT Toyota Manufacturing sebagai importir produsennya,” jawab Joko Trisanyoto, direktur pemasaran TAM. Jadi menurutnya, TAM tidak punya masalah dengan pasal tersebut. Ini didukung Iwan Priantoko, Corporate Communication, Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), “Kami membeli komponen (barang jadi, Red) dari supplier untuk keperluan pabrik. Yang tidak boleh itu kalau untuk dijual lagi.”
DAMPAKNYA SERIUS
Dijelaskan Irwan, dampak pasal ini cukup serius utamanya bagi merek yang pabrikan dan distributornya masih jadi satu atap atau satu basis perusahaan. Izinnya produsen tapi juga mengimpor utuh untuk dijual kembali. Contohnya Daihatsu dan Honda. Bisa jadi Daihatsu tak bisa lagi mengimpor Sirion dan Honda memasukkan Odyssey.
“Sampai saat ini kita masih mengimpor tapi enggak tahu nanti di Juni,” sahut Rio Sanggau, Head Domestic Marketing Division PT Astra Daihatsu Motor (ADM). Sebab Juni nanti palu akan diketok MA. Namun pada intinya, Rio meminta pemerintah bisa berlaku adil terhadap peraturan ini, mengingat investasi yang telah ditanamkan Daihatsu untuk membangun industri otomotif nasional. “Saat ini kami terus melakukan revisi atas pasal itu.”
“Mobil impor kami juga tak lebih dari 10%. Justru kami punya komitmen tinggi membangun pabrik. Jangan melihat dari sisi importir saja,” sahut Jonfis Fandy, Marketing & After Sales Director PT Honda Prospect Motor (HPM). Jonfis juga mengharap pemerintah bijaksana, tidak melihat kasus per kasus. Ia mengaku khawatir dengan peraturan yang tiba-tiba ini berkaitan dengan menumpuknya mobil impornya di pelabuhan. “Kan enggak mungkin direekspor lagi.”
Johannes Loman, Executive Vice President PT Astra Honda Motor (AHM) buka suara, “Kami menunggu peraturan baru yang sedang disiapkan oleh pemerintah terkait hal tersebut. Kami siap men-support dan mematuhi peraturan yang baru nanti.” AHM mengimpor motor CBR 150 cc & 250 cc dan PCX 125 cc.
Apa visi ke depan, mau dikemanakan industri otomotif nasional, itu yang dipertanyakan para pelaku otomotif. Jangan ganti menteri, ganti peraturan. Ini bisa membuat iklim usaha menjadi tidak jelas. “Kalau wacana terus kayak begini ya repot kita. Enggak jelas maunya apa,” tukas Johnny Darmawan, presdir TAM. (mobil.otomotifnet.com)