Bobot Kendaraan, Awasi Faktor Penyebab Overload

Billy - Kamis, 29 September 2011 | 06:02 WIB

Ilustrasi Operasi kendaraan muatan barang (overload) di ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek dan Jagorawi (Billy - )

Otomotifnet.com - Ibarat orang, semuanya pasti memiliki kemampuan maksimal. Baik itu dalam berpikir maupun bekerja. Jika dipaksa melampaui batas, pasti akan ada konsekuensinya. Bisa menimbulkan sakit atau cedera. Bahkan sampai menghilangkan nyawa. Hiii…

Demikian pula dengan kendaraan. Juga memiliki kemampuan maksimal. Salah satunya adalah load factor atau bobot yang bisa dibawa saat berkendara.

“Tujuannya tentu agar setiap penggunanya selalu berada dalam batas aman saat di jalan. Makanya harus selalu di monitor,” terang Wijaya Kusuma, trainer and president director ORD Rekacipta Dinamika di Jakarta Selatan. Sayangnya masih banyak yang menyepelekannya.

Jika dilanggar dengan alasan apapun, perhitungan keamanan tersebut akan percuma. Terlebih jika terjadi penambahan di luar kapasitas yang telah ditentukan pabrikan. Suka tidak suka konsekuensi dan resiko yang kasat mata ini harus di tanggung si pengemudi.

Sebab pengemudi dituntut untuk tahu batas kemampuan dan dinamika kesadaran ketika berkendara. Bukan memaksa.
 
“Harus disadari ketika mobil mengangkut muatan di luar batas kemampuan, performa mobil akan berkurang,” tambah Momon S Maderoni bos Jakarta Indonesia SmartDrive Vehicle Management Consulting di Utan Kayu, Jakarta Timur.

Setiap kendaraan mempunyai batasan dalam mengangkut barang atau penumpang. Mengetahuinya bisa dengan melihat brosur atau buku pedoman pemilik kendaraan.
 
Seperti misalnya Daihatsu Xenia yang mempunyai berat kosong 980 kg (type Mi 1.000 cc).  Berat total kendaraan 1.540 kg. Ada selisih 560 kg. “Itu artinya berat beban maksimal aman yang bisa dibawa oleh mobil tersebut adalah 560 kg,” ungkap Wijaya menambahkan.

Jumlah penumpang yang diperbolehkan adalah 7 orang sesuai dengan kapasitas tempat duduknya.
 
Bila berat rata rata penumpang adalah 70 kg maka total beban adalah 7 x 70 kg = 490 kg. Masih ada sisa sekitar 70 kg untuk membawa barang.

“Sayangnya masih banyak pemilik kendaraan yang melewati batas, baik disengaja maupun tidak,” tambah Momon S Maderoni. Baik itu dalam jumlah penumpang, sampai membawa barang bawaan yang berlebihan.

Akan menimbulkan efek yang beragam. Seperti jika membawa penumpang melebihi kapasitas tempat duduk yang tersedia. Akan tidak nyaman karena berdesak-desakan.
 
Tidak semua penumpang bisa menggunakan peranti keselamatan (seat belt) yang tersedia. “Selain itu kabin akan lebih berisik dan bisa membuat konsentrasi driver dalam mengemudi terganggu,” ujar Wijaya lagi.
 
Jika terjadi kecelakaan juga akan mengakibatkan cedera yang lebih parah, karena efek benturan terhadap benda atau orang yang lebih besar.

Demikian pula saat membawa barang dengan kapasitas banyak. Meski jumlah penumpang sesuai kapasitas tempat duduk, tetap perhatikan volume barang yang akan dibawa.
 
Biasanya banyak yang menaruh barang di sela-sela kaki penumpang. Bahkan di atas kursi kosong yang tidak ada orangnya.
 
“Enggak ketinggalan ada yang memasang rak tambahan di atap buat menaruh bagasi,” lanjut Jusri Pulubuhu selaku insruktur safety driving sekaligus pemilik Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) mengatakan.

Jika terjadi pengereman mendadak bisa dipastikan barang yang ada di dalam kabin akan mental ke depan.
 
Hal ini bisa mengakibatkan cidera pada penumpang dan pengemudi. Selain itu bisa bikin kaget driver dan menyebabkan gagalnya antisipasi. Efeknya bisa menimbulkan kecelakaan yang lebih besar.

Selain itu akibat bobot yang bertambah jarak pengereman akan semain jauh karena kemampuan rem hanya untuk menahan berat yang sudah ditentukan.
 
Kalau pun lebih tentu tidak ekstrem. Stabilitas mengemudi juga jadi berbeda dibanding mobil dalam kondisi standar. “Akan lebih sulit mengendalikannya terutama pada saat kecepatan tinggi,” jelas Wijaya lagi. 
 
Turunkan 15 Persen

“Jika terpaksa pengemudi terjebak dalam keadaan membawa penumpang dan beban berlebih, langkah awal yang harus dilakukan adalah kontrol kecepatan,” terang Jusri Pulubuhu.

Kecepatan maksimum yang diperbolehkan di jalan bebas hambatan dengan dua jalur adalah 80 km/jam. Sedangkan yang memiliki 3 jalur adalah 100 km/jam.
 
“Tentunya dengan beban yang maksimal maka kecepatan harus diturunkan sebanyak 15 % karena dengan bobot maksimal daya pengereman menjadi lebih panjang,” ungkap Wijaya Kusuma.

Sebab semakin berat muatan akselerasi dan daya cengkram rem akan semakin berkurang. Momentum atau daya dorong mobil semakin kuat. Juga akan terjadi perpindahan bobot kendaraan, atau perubahan center of gravity yang awalnya merata, jadi pindah ke belakang.

Dampaknya tekanan dan beban kendaraan di depan menjadi lemah sehingga daya cengkeram roda depan ke jalan ikut berkurang pula. Sehingga kendaraan menjadi lebih sulit dikendalikan dan lebih liar. “Sedikit saja perubahan arah kemudi akan mengakibatkan kendaran menjadi limbung,” jelas Wijaya.

Begitu pula jika barang ditempatkan di roofrack (rak bagasi atas kendaraan). Maka akan terjadi perpindahan bobot ke atas dan tentunya kendaraan juga akan mudah limbung utamanya saat berbelok. Akan terjadi gaya sentripental yang mendorong kendaraan ke luar dari lintasan/jalan. “Hal ini terjadi karena distribusi beban yang tidak merata.”
 
Pastikan Tidak Bergerak

Jika ingin membawa barang di dalam kabin. Selayaknya pemilik mobil membatasi ruang barang dengan kargo net. Atau mengikat barang yang dibawa ke salah satu bagian mobil agar tidak bergerak. “Koper atau ban serep akan meluncur deras ke kepala saat mengerem  atau terjadi hal yang tidak diduga tentu bukan harapan yang indah,” kata Jusri.

Penambahan momentum dari benda yang terdorong saat pengereman bisa mengakibatkan kondisi mobil lebih tidak stabil. Perhatikan juga minuman kaleng, botol air mineral, kacamata. Yang dapat menghambat pengreman jika terjatuh ke kolong kokpit pengemudi.