Regulasi Mobil Murah Ramah Lingkungan Bakal jadi Bumerang?

Rabu, 23 Januari 2013 | 15:02 WIB


Jakarta  - Beberapa waktu yang lalu Menperin MS Hidayat mengusulkan pengembangan kendaraan bermotor rendah emisi yang bertujuan untuk mengurangi polusi karbon sekaligus menghemat konsumsi BBM.

Dalam usulan tersebut, Kementerian Perindustrian mewajibkan seluruh industri mengembangkan teknologi rendah emisi untuk memenuhi empat persyaratan utama agar bisa menikmati insentif yang membuat harga mobil lebih murah (LCGC).

Untuk mendorong industri otomotif menuju ke arah itu, pemerintah akan memberikan insentif pajak bagi yang memenuhi persyaratan tersebut di atas.

Menperin juga menjelaskan beberapa teknologi LCGC, yaitu hibrida, listrik, sel bahan bakar (fuel cell) alias  hidrogen, mesin  bensin dan diesel dengan teknologi terkini, mesin dengan dua bahan bakar, yatu  gas (CNG atau LGC) dan bensin serta bahan bakar nabati (biofuel).

Tetapi apakah langkah yang dilakukan tersebut sudah tepat? Dan apakah dengan kebijakan tersebut akan memperbaiki kondisi emisi kendaraan secara nasional?

Sebagai catatan, saat ini jumlah kendaraan roda empat di Indonesia yang sudah lebih dari 25 juta serta kendaraan roda dua lebih dari 60 juta dengan emisi gas buang yang sangat besar. Terutama karena lemahnya pengawasan uji emisi di lapangan.  Ada beberapa hal yang perlu dicermati dari rencana kebijakan LCGC itu.

Dengan jumlah kendaraan yang lebih dari 85juta yang saat ini beredar saja ini, sudah menyumbang emisi karbon yang diatas standar yang ditentukan. Hal ini disebabkan karena kurangnya kontrol dari departemen terkait.  Penyebab lain adalah karena kurangnya perawatan kendaraan terutama angkutan umum ini juga sebagai salah satu penyumbang emisi terbesar di Indonesia.

Penambahan kendaraan baru lewat program LCGC diperkirakan mempunyai potensi diserap pasar sebanyak 300 ribu unit/tahun, apakah jumlah ini bisa mengurangi emisi secara  signifikan jika dibandingkan dengan jumlah total kendaraan yang beredar saat ini sebanyak 85 juta? Penambahan kendaraan lewat program LCGC adalah 0,35 persen per tahun, apakah hal ini bisa mengatasi emisi secara nasional?

Dengan diberikannya insentif untuk kendaraan yang masuk dalam program LCGC, maka diharapkan harga akan menjadi jauh lebih murah dan diperkirakan akan banyak diserap oleh pasar, pertumbuhan pasar akan meningkat secara drastis, dan populasi kendaraan akan semakin banyak dengan cepat.

Permasalahannya adalah walaupun emisi sudah ditekan ambang batas gas karbondioksida 150 gram per km, tetapi penambahan jumlah kendaraan karena LCGC (mobil murah) semakin banyak (dibandingkan dgn tanpa program LCGC), maka program LCGCtersebut akan menjadi bumerang malah justru akan menambah emisi secara nasional.

Lalu keadaan perekonomian nasional yang saat ini memprihatinkan, ditambah lagi dengan membengkaknya subsidi BBM,  tampaknya kebijakan tersebut akan semakin menambah subsidi BBM akibat adanya mobil murah LCGC tersebut. Dengan mobil yang murah jika hanya dihimbau untuk menggunakan bbm non subsidi kemungkinan akan sulit dalam pelaksanaannya.

Perlu digaris bawahi bahwa kebijakan pembatasan BBM bersubsidi dan program mengatasi kemacetan bertolak belakang dengan program LCGC tersebut. Satu disisi dibatasi, sementara disisi yang lain dibuka keran sebesar-besarnya.

Kebijakan LCGC dalam upaya mengurangi Emisi karbon, melalui kebijakan LCGC tersebut bukanlah salah satu jalan keluar yang tepat.

Populasi kendaraan saat ini yang mengeluarkan emisi karbon besar sangat banyak, seharusnya pemerintah mencanangkan dan menseriusi program konversi BBM ke BBG untuk populasi kendaraan yang sudah banyak beredar saat ini.

Akan lebih bijaksana bila pemerintah berpikir ulang tentang kebijakan LCGC tersebut. Memang dengan kebijakan tersebut pertumbuhan pasar akan meningkat serta industri otomotif dan semua industri ikutan-nya akan tumbuh, namun dilain pihak selain justru permasalahan emisi nasional akan bertambah, juga kuota BBM akan jebol serta kemacetan akan semakin menjadi-jadi.

Sekali lagi, memiliki mobil memang menjadi impian banyak orang, tapi langkah bijak tentu harus diambil untuk kepentingan jangka panjang. (mobil.otomotifnet.com)