"Undang-undang tersebut sebagai kepastian hukum untuk melindungi konsumen terkait dengan penggunaan satuan ukuran, standar satuan, metode pengukuran yang mencakup alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya," urai Drs. Nano Sunarto, MM, kepala seksi pengujian dan peneraan Balai Metrologi DKI Jakarta.
Nah akurasi dari dispenser sebetulnya menjadi tanggung jawab penuh pengelola SPBU, oleh karena itu pihak SPBU diharuskan melakukan kalibrasi alat agar berfungsi optimal.
"Setiap pagi hari kami melakukan pengecekan dan kalibrasi takaran. Hal ini merupakan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk semua SPBU Pertamina," bilang Harun.
Pihak Metrologi juga melakukan kontrol ketat dengan melakukan kalibrasi ulang semua SPBU yang beroperasi di Indonesia. Kalibrasi dilakukan tiap 6 bulan sekali, setelah itu melakukan penyegelan dispenser yang telah dikalibrasi.
"Kami juga mengadakan inspeksi mendadak sewaktu-waktu untuk pengecekan. Jika ditemui pelanggaran maka akan kami tegur pihak manajemen SPBU. Nah kalau membandel kami buatkan pelaporan yang selanjutnya diserahkan ke pihak kepolisian," rinci Dody.
Salah satu cara kalibrasi dengan bejana ukur yang difungsikan untuk mengambil sampel dari dispenser SPBU. Bejana ukur tersebut memiliki volume 20 liter. "Jumlah pada bejana dan display dispenser wajib sama," sebut Nugroho, petugas kalibrasi litbang Balai Metrologi DKI Jakarta.
Akurasi dari proses kalibrasi juga memiliki toleransi, yakni 0,5 persen pada batas atas dan bawah. Jika diukur dengan bejana ukuran 10 liter, kemudian dikalikan dengan 0,5 persen maka toleransi kelebihan dan kekurangan tak lebih dari 50 ml. Itupun sebisa mungkin untuk tidak memakai toleransi atau dibuat pas. (mobil.otomotifnet.com)