Stop Rampas Hak Pejalan Kaki!

Editor - Kamis, 18 Februari 2010 | 10:17 WIB

(Editor - )

OTOMOTIFNET - Bisa jadi biasa adanya kehadiran pejalan kaki buat Anda yang tiap hari berkendara. Tapi ingat, pejalan kaki juga berhak penuh untuk bisa memakai sarana di jalan raya. Tentu yang dimaksud adalah jalur pejalan kaki, zebra cross, maupun tangga penyeberangan.

Itu sesuai pasal 131 UULLAJ No.22/2009. Di ayat pertama sebutkan, “Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain.”

Biar begitu, pejalan kaki juga diwajibkan patuhi pasal 132 ayat pertama. Ada dua penjelasan, pertama, “menggunakan bagian Jalan yang diperuntukkan bagi Pejalan Kaki atau Jalan yang paling tepi…” Sampai di sini mestinya jelas posisi antara pejalan kaki dan pengendara motor.

COBA-COBA

Lalu apa haknya pengendara motor mesti ambil jatah pejalan kaki? “Paling gampang alasanya ya karena buru-buru,” tebak Dita Jaelani. Ketua umum Club Smash Jakarta ini memang sering tak habis pikir kenapa harus naik ke trotoar, toh waktu tempuh yang bisa disingkat juga tak seberapa.

“Bahkan di banyak ruas jalan di kawasan Segitiga Emas juga banyak yang rusak karena dilewati motor,” ujar pria yang bekerja di bilangan Sudirman Jaksel ini lagi.

Listania Agustina, humas Mio Depok Club mengamini uraian Dita. Wanita yang tiap hari tempuh rute Kelapa Dua Depok-Gatot Subroto ini mengaku memang sudah jadi pemandangan rutin kalau ada motor yang mesti lintasi trotoar saat jam macet.

“Tapi saya tetap enggak mau kayak itu,” tegasnya. Maksudnya? Wanita 25 tahun yang juga mantan freestyler itu sebenarnya mudah saja naik turun trotoar pakai skutiknya. Hanya saja, jiwa sportif yang diperolehnya saat masih aktif ikutan freestyle membuat niatan buat rampas hak pejalan kaki jadi tertahan.

Muhammad Rizal, Psi dari LPTUI menyebut para niatan penjarah trotoar berawal dari “ketidakpekaan”. “Mereka sebenarnya sudah pantas disebut hanya memikirkan diri sendiri,” ujarnya.

Ical, begitu panggilannya, tegas katakan bahwa penyerobot trotoar adalah individu bermentalitas ‘harus didahulukan’.

Padahal menurut alumnus fakultas psikologi UI angkatan 1989 itu, kebiasaan naik trotoar oleh pengendara motor mulanya hal yang sepele.

“Awalnya coba-coba, setelah mereka tahu enggak ada sangsi hukum yang bisa menjerat maka diteruskan saja kebiasaan ini,” jelasnya.

Menurut Ical, yang diistilahkan sebagai “habituasi” itu memang sudah masuk katagori akut. “Kalau sudah begini tak bisa lain kecuali penegakkan hukum yang konsisten sebagai solusinya, jangan kasih celah,” yakinnya.

Pelahap jalur Cibubur-Salemba ini yakin akan mujarabnya efektivitas sangsi hukum agar efek jera benar-benar dirasakan penyerobot trotoar.

Penegakkan hukum? Tugas siapa ya?

Penulis/Foto: eRIE / Agus Triadi