OTOMOTIFNET - Produsen, pedagang maupun pengguna knalpot aftermarket, terutama motor kembali resah setelah disahkannya UU Lalu Lintas dan Jalan Raya (UULLAJ) No. 22 Tahun 2009. Lantaran di beberapa Pasal UULLAJ itu menekankan soal tingkat kebisingan knalpot.
Namun bukan itu yang sebenarnya meresahkan mereka, tapi di beberapa daerah sudah terjadi pelarangan penggunaan knalpot di luar standar bawaan motor. Bahkan sudah dilakukan razia segala. Ini dia masalahnya!
JUKLAK
Tak sedikit terjadi di beberapa kota di Tanah Air bila kedapatan pakai knalpot di luar standar langsung diberhentikan petugas, baik itu ditilang atau disuruh ganti knalpot standar di lokasi (baca: OTOMOTIF edisi 32/XIX hal 5).
Ironisnya, UULLAJ baru tersebut sebenarnya belum mempunyai petunjuk pelaksanaan (juklak) yang mengatur secara lebih detail pelaksanaan yang biasa diatur pada Peraturan Pemerintah (PP).
Di pasal 48 (ayat 1 dan 3) UULLAJ itu hanya menyebutkan setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.
Termasuk soal emisi gas buang, kebisingan suara, suara klakson, daya pancar dan arah sinar lampu utama dan sebagainya. Kalau balik ke soal kebisingan knalpot kendaraan bermotor, belum dirinci batasan tingkat kebisingan knalpot yang ditentukan.
Trus, kenapa aparat kepolisian sudah bisa menindak di lapangan? Menurut Kombes Firman Santyabudi, Kepala Sub Direktorat Pengkajian Masyarakat (Kasubdit Jianma) Direktorat Lalu Lintas Mabes Polri yang menjadi salah satu tim perumus saat UULLAJ No 22/2009 itu baru berupa RUU, “Selama PP-nya belum dikeluarkan oleh pemerintah, petugas di lapangan tidak boleh asal melakukan penindakan,” tegasnya.
“Kecuali penindakan tersebut dilakukan sesuai kebutuhan. Misalnya karena motor yang bersangkutan dilaporkan masyarakat menggangu ketentraman dan ketertiban karena suara knalpotnya berisik,” jelas Firman seusai menghadiri acara peresmian Asosiasi Produsen dan Pedagang Perlengkapan Motor Indonesia (ASP3MI), di Hotel Orchad di jalan Gunung Sahari, Jakpus Rabu (16/12).
Masih kata Firman, jika seandainya ada petugas yang mengambil tindakan penilangan (karena gunakan knalpot di luar standar, red) tanpa alasan yang jelas, si pemilik kendaraan dipersilahkan melaporkan ke pihak yang berwenang.
“Bisa SMS atau mengajukan pengaduan langsung ke Kepolisian, ke Presiden atau pihak terkait lainnya,” tegasnya. Tuh, dengerin!
80-90 dB
Bicara soal tingkat kebisingan suara, umumnya digunakan satuan dB (desibel) dan diukur oleh sebuah alat yang dinamai dB meter. (baca: Boks).
Di Indonesia, peraturan tentang tingkat kebisingan knalpot, khususnya motor memang pernah akan diterapkan beberapa tahun lalu. Tapi entah kenapa belum dilaksanakan juga hingga saat ini. Padahal teknis pelaksanaannya pun sebenarnya sudah ada dalam peraturan mentri.
Tepatnya pada tahun 2007, Peraturan Menteri Kesehatan pernah mengeluarkan aturan teknis berupa batasan dB yang dikeluarkan dari lubang knalpot kendaraan bermotor. Lantas, baru-baru ini, aturan teknis kebisingan suara tersebut ‘hijrah’ ke Kementerian Lingkungan Hidup.
Persisnya tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup No. 07 Tahun 2009. Di dalamnya disebutkan batasan tingkat kebisingan suaran knalpot (dB) untuk mobil maupun motor. Batasannya tak banyak berbeda dari peraturan sebelumnya (2007).
Yakni, untuk motor di bawah 80 cc, batasan kebisingannya dipatok 80 desibel (dB). Sedang motor di atas 80-175 cc tak boleh lebih dari 90 desibel (dB). Motor di atas 175 cc maksimal 90 dB. Ketentuan tingkat kebisingan motor Indonesia ini mengacu standar global ECE (Economic Comission for Europe)-R-41-01.
Penulis/Foto: Anton, DiC / Johan, F.Yosi