(BACA JUGA: Dua Maling Motor Mau Head to Head Sama Polisi, Nyawanya Tuntas Usai Ditembak)
Sehingga masyarakat yang ingin memasang alat pembatas kecepatan itu bisa meniru contoh yang telah dipasang Dishub.
"Tentang material bisa berbeda. Kalau pakai karet jelas mahal, bisa menggunakan aspal atau benda lain yang aman. Terus ada perbedaan warna, enggak boleh polos. Masyarakat biasanya masangnya polosan itu sangat berbahaya bisa menimbulkan kecelakaan," jelas dia.
Ari mengimbau, jika masih ada alat pembatas kecepatan yang terlalu tinggi dan menggunakan karet ban dengan cara dipaku di jalan kampung supaya masyarakat melepasnya.
Supaya tidak membahayakan bagi pengendara sepeda motor yang melintas.
(BACA JUGA: Terkuak...Warna Hitam Dan Putih Harus Rajin Poles, Ini Alasannya)
Pemasangan alat pembatas kecepatan itu dilakukan berdekatan dengan tikungan jalan.
"Alat pembatas kecapatan yang direkomendasikan itu lebar 50 sentimeter, panjang 5 sentimeter dan tinggi 5 sentimeter. Untuk ideal jarak pemasangan polisi tidur sekitar 100 meter," terang Ari.
Seorang warga Kampung Purwotomo, Bambang (51) mengatakan, sebelum dilepas digantikan alat pembatas kecepatan yang baru oleh Dishub, masyarakat memasang alat pembatas kecepatan menggunakan karet ban kendaraan dengan dipaku.
Pemasangan itu agar pengendara bisa memperlambat lanju kendaraan.
"Pemasangan (polisi tidur) untuk memperlambat laju kendaraan. Kalau enggak dipasangi alat pembatas kecepatan justru pada ngebut," jelasnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "12 Jalan Kampung di Solo jadi Proyek Contoh Polisi Tidur Standar Nasional",