"Sanksi diberikan kepada pelanggar agar ada pertanggungjawaban dan ada efek jera atau dapat terbangunnya budaya tertib berlalu lintas," ujar Brigjen Pol Chryshnanda.
Seringkali hukum dipahami sebagai kewenangan, ancaman, boleh atau tidak boleh.
(BACA JUGA: Pak Ogah Mah Lewat, Wisatawan Bule Sukarela Atur Kemacetan Lalu Lintas Kendaraan )
Bahkan patuh hukum seolah olah hanya karena ketakutan akan ancaman.
"Apa yang disampaikan menunjukkan hukum menjadi hantu dan kesadaran akan lalu lintas sebagai urat nadi kehidupan sama sekali diabaikan," tuturnya.
Menurut dia, hukum adalah simbol peradaban yang merupakan produk politik sebagai kesepakatan bersama untuk menata keteraturan sosial.
Di dalam penegakkanya takala tidak ada atau tidak ditemukan rasa keadilan hukum boleh diabaikan karena penegak hukum adalah juga penegak keadilan.
Penegak hukum memiliki kewenangan diskresi, alternative dispute resolution bahkan bisa menerapkan restorative justice.
"Hukum ada sanksinya, ya tentu saja karena setiap pelanggaran berdampak luas dan social cost nya mahal atau setidaknya menjadi kontra produktif," bebernya.