"Kalau harga dan pajak sama dengan SUV dan MPV, kami yakin sedan laku keras," jelasnya.
Johanes melanjutkan, pajak yang terbilang cukup besar ini menghalangi masyarakat untuk menikmati kenyamanan dan teknologi yang ada pada mobil sedan.
"Teknologi di dunia otomotif bukan lagi hal mewah, harusnya pemerintah cepat tanggap dan segera merubah regulasi," kata Johanes.
Terkait pajak, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No.73/2019 yang menggantikan PP No.22/2014.
(Baca Juga: Honda Tak Mau Koar-koar, Santai Hadapi Era Mobil Listrik di Indonesia)
Pada PP No.22/2014 menjelaskan bahwa mobil sedan yang berkapasitas hingga 3.000 cc dikenakan pajak PPnBM 40 persen hingga 125 persen tergantung jenis penggerak dan isi silindernya.
Lalu PP No.73/2019 menjelaskan bahwa kendaraan berkapasitas hingga 3.000 cc dikenakan PPnBM sebesar 15 persen hingga 40 persen tergantung pada besaran emisi gas buang.
PP tersebut berlaku dua tahun setelah diundangkan Oktober 2019 lalu yang artinya peratuan PPnBM ini akan diberlakukan pada Oktober 2021 mendatang.
"Menurut saya aneh, dulu PPnBM dasarnya besaran cc, sekarang emisi gas buang, dan penerapannya 2021. Aturan ini yang menghambar laju pasar otomotif," ungkapnya.
Artikel serupa telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Gaikindo Ungkap Pemicu Pasar Mobil Sedan Terus Merosot 3 Tahun Terakhir