Puluhan Karyawan Pabrik Terpapar Covid-19, Suzuki Indomobil Angkat Bicara

Ignatius Ferdian,Gayuh Satriyo Wibowo - Sabtu, 29 Agustus 2020 | 20:15 WIB

Ilustrasi pabrik perakitan motor Suzuki Indonesia (Ignatius Ferdian,Gayuh Satriyo Wibowo - )

Otomotifnet.com - Sebanyak 71 karyawan PT Suzuki Indomobil Motor dikabarkan terpapar Covid-19.

Karena hal ini, beberapa pegawai Suzuki yang terkena Covid-19 harus menjalani perawatan di rumah sakit dan ada juga yang melakukan karantina mandiri di rumah.

President Director PT Suzuki Indomobil Motor, Seiji Itayama menjelaskan, meskipun sudah menerapkan protokol pencegahan penyebaran Covid- 19 dengan ketat, penularan tersebut tidak bisa dihindari.

"Untuk itu, pengurangan kapasitas produksi harus dilakukan untuk memutus rantai penyebaran virus tersebut,” ujarnya dikutip dari Suzuki.co.id (28/8/2020). 

 Baca Juga: Suzuki Hayabusa Facelift Gosipnya Akan Muncul, Mesin 1.400 Cc, Pakai Sirip Kayak Kawasaki Ninja H2?

Merekapun mengurangi jumlah produksi pabrik Tambun I yang merupakan pabrik perakitan motor.

Sekitar 50 persen atau separuh dari kapasitas produksi maksimal dipangkas sebagai langkah pencegahan penyebaran Covid-19 di lingkungan pabrik.

Suzuki Indonesia
Suzuki Indonesia kurangi kapasitas produksi di pabrik Tambun I

Pengurangan kapasitas produksi ini dilakukan sejak 24 Agustus 2020 hingga kondisi dirasa sudah kondusif.

Itayama juga mengatakan, pihaknya telah mengikuti anjuran dari tim Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Bekasi terkait adanya kasus ini.

Baca Juga: Suzuki Terapkan Protokol Kesehatan Di Setiap Dealer, Servis Tetap Aman

Seperti melakukan PCR (Polymerase Chain Reaction) test terhadap semua karyawan yang memiliki riwayat interaksi dengan karyawan yang terpapar dan rapid test kepada karyawan Suzuki lainnya.

Selain itu, area pabrik dan kantor pun dibersihkan dan disemprot cairan disinfektan secara berkala serta menerapkan physical distancing.

Begitu halnya dengan kendaraan-kendaraan yang sudah rampung mereka rakit yang sudah menjadi standar Suzuki bahkan sebelum adanya kasus ini.

"Kami berencana melakukan rapid test setiap 2 minggu sekali agar mampu mendeteksi gejala lebih dini," ujar Itayama.