"Terutama parkir on street. Sebab konsumen tidak pernah mendapat struk sebagai bukti pembayaran," paparnya.
Tak hanya itu, Agus menilai jika konsumen dihadapkan pada klausula baku sepihak dari operator. Bahwa kehilangan barang bukan tanggung jawab operator.
"Ini bertentangan dengan undang-undang yang melarang pelaku usaha melepas tanggung jawab. Biasanya klausula baku tercantum di karcis parkir off street," bebernya lagi.
"Parkir hanya dianggap sebagai sewa lahan, sehingga konsumen tidak mendapat layanan semestinya. Termasuk jaminan kerusakan atau kehilangan," jelasnya.
Baca Juga: Kijang Innova Mulus Baret Panjang, Diduga Balasan Preman Parkir
Agus melanjutkan, pengelola parkir yang bekerjasama dengan Pemda/UPT perparkiran acapkali melakukan sub kontrak kerja dengan pihak ketiga dalam menjalankan proses parkir dengan sistem setoran.
Di lapangan, potensi terjadi konflik antara konsumen dengan juru parkir sangat besar, terutama besaran nilai yang harus dibayar konsumen.
Bahkan Agus menyebut terkadang konsumen tidak mendapatkan informasi yang jelas, mana parkir resmi yang bekerja sama dengan UPT perparkiran dan mana yang merupakan parkir liar.
"YLKI menilai bahwa konsumen berhak mendapatkan bukti dari transaksi parkir. Tanpa ada bukti yang sah (baik yang dikeluarkan oleh pemda atau operator) konsumen memiliki hak untuk menolak membayar," bebernya.