Otomotifnet.com - Regulasi terbaru di World Supersport 2022 lumayan bikin Yamaha gelisah.
Ada perubahan yang membuka banyak peluang pabrikan ikut serta di kelas supersport.
Salah satunya soal batas volume mesin yang dinaikkan, sehingga Ducati dengan Panigale V2 955 cc-nya akan ikut di kelas WorldSSP.
Panigale V2 955 cc ini akan head to head dengan Yamaha YZF-R6 yang kapasitas mesinnya hanya 599 cc meskipun pakai konfigurasi 4 silinder sejajar.
Namun masuknya Panigale V2 955 cc ini memang masih ramai diperdebatkan.
Memang, akan ada homologasi yang disesuaikan dengan algoritma Dorna WorldSBK Organization (DWO) dan FIM sejak awal musim dan terus di-update di setiap tiga balapan.
Mesin V2 955 cc Ducati ini akan disunat agar kemampuannya setara dengan mesin-mesin pabrikan lain seperti mesin 599 cc Yamaha, misalnya saja soal rev limit dan top speed.
Namun tetap saja, angka 955 cc masih dianggap terlalu jauh jika harus disandingkan dengan 599 cc, kesannya masih tetap tak berimbang.
Hal itu cukup membuat bos Yamaha Eropa, Eric De Seynes, khawatir.
Yamaha juga tak yakin sistem algoritma yang dibuat DWO akan membuat kompetisi seimbang karena mesin yang benar-benar berbeda.
"Alih-alih membuat ruang yang stabil dan andal, kita malah membuat iklim beracun, yakni dengan mengadu motor 955 cc bisa berkompetisi dengan 598 cc," ungkap Eric De Seynes dilansir dari Corsedimoto.
"Tak ada kategori yang benar-benar fair jika ada selisih sebesar 50% antarmotor. Di Grand Prix, regulasi tiap brand dan pembalap dibuat setara, yang mana itu membuat keseimbangan dalam pengembangan motor dan prinsip ini malah berisiko diabaikan dengan sempurna," jelasnya.
Baca Juga: Ducati Panigale V2, Calon Peserta World Supersport 2022, Kencang Gak Sih?
De Seynes membantah alasan menentang regulasi ini karena Yamaha berpeluang dilemahkan.
Tapi dengan kompetisi yang tidak seimbang ini, kompetisi malah akan rusak dengan sendirinya.
Apa yang terjadi di WorldSSP juga akan berpengaruh terhadap aturan kelas supersport di kejurnas ataupun kejuaraan level tertentu di berbagai belahan dunia.
Selain itu karena perbedaan motor yang terlalu jauh, pemetaan pembalap berkualitas akan semakin buram.
"Ada risiko membuat jumlah pembalap di grid berkurang. Dalam lima tahun ke depan kesetaraan pembalap tidak akan bagus dan kita akan mendengar 'ah pembalap supersport, kita tak bisa menariknya ke Moto2 karena kita tak tahu level mereka'," jelasnya.
Ada pembalap bagus tapi motornya kurang bagus jadi tidak kelihatan kemampuannya.
Di sisi lain ada pembalap yang kurang bagus tapi karena memakai mesin yang kuat maka terlihat lebih kuat dan menarik untuk direkrut.
Masalah lain yang dilihat Eric De Seyner adalah soal pengembangan motor yang nantinya akan memakan dana lebih banyak lagi ke depannya.
"Ada yang benar-benar membuatku kesal. Saat pengenalan aturan baru ini, disebutkan bahwa World Supersport bertujuan 'meningkatkan kompetisi antarmotor dengan konsep berbeda'," lanjutnya.
"Bagiku ini sama halnya dengan melawan tujuan yang sebenarnya, yakni 'membebaskan pembalap memaksimakan potensi internasional mereka dengan finansial dan sumber daya manusia yang masuk akal," tegasnya.
Semua hal itu membuat Eric De Seynes siap keluar dari World Supersport.