Alat Pengubah Air Jadi BBM Jadi Sorotan, Ahli Ungkap Cara Kerja Asli Nikuba

Irsyaad W,Radityo Herdianto - Kamis, 19 Mei 2022 | 10:40 WIB

Aryanto Misel, penemu alat pengubah air jadi BBM bernama Nikuba (Irsyaad W,Radityo Herdianto - )

Otomotifnet.com - Alat pengubah air jadi BBM belakangan tengah jadi sorotan.

Penemu alat bernama Nikuba ini Aryanto Misel asal Lemahabang, Cirebon, Jawa Barat.

Nikuba sendiri singkatan dari 'Niki Banyu' yang artinya 'Ini Air'.

Klaim Aryanto, Nikuba bisa mengubah air menjadi energi untuk mesin motor dan mobil.

Namun, klaim tersebut dianggap Dr. Ing. Ir. Tri Yuswidjajanto Zaenuri, Ahli Motor Bakar dari Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai hal yang misleading.

Sehingga pria yang akrab disapa Prof Yus ini meluruskan pemahaman air sebagai BBM.

"Alat itu (Nikuba) sebenarnya menggunakan energi gas HHO, bukan H2 murni," ujar Prof Yus.

"HHO (Hidrogen Hidrogen Oksigen) juga disebut sebagai gas Brown," imbuhnya.

Prof Yus menekankan alat pengubah air menjadi H2 atau HHO yang disebutnya tersebut tidak bisa menggantikan bahan bakar sepenuhnya untuk konstruksi mesin internal combustion.

Ia menjelaskan, agar air bisa dipakai sebagai menjadi BBM perlu proses elektrolisis.

Dalam proses elektrolisis unsur kimia air H2O dipecah sampai menghasilkan H2.

"Butuh energi sebesar 180 MJ/kg untuk memproses elektrolisis air menghasilkan H2 sebanyak 1 kg untuk bisa digunakan energi pembakaran," terang Prof Yus.

TribunCirebon.com/Ahmad Imam Baehaqi
Nikuba, alat pengubah air menjadi BBM ciptaan Ariyanto Misel warga Lemahabang, kota Cirebon, Jawa Barat

Jika dipakai sebagai BBM mesin internal combustion, H2 hanya menghasilkan energi sebesar 130 MJ/kg.

Sebagai perbandingan, BBM diesel atau bensin menghasilkan energi sebesar 40-43 MJ/kg.

"Berarti ada kekurangan energi 50 MJ/kg dari 180 MJ/Kg kebutuhan energi memproses elektrolisis air menjadi H2 dan dijadikan energi bahan bakar," jabar Prof Yus.

"Sekalipun dipakai untuk mesin internal combustion, H2 tetap butuh bantuan dari energi lain seperti bahan bakar fosil," sambungnya.

Sebab kekurangan 50 MJ/kg membuat H2 tidak bisa menjadi energi tunggal untuk mesin internal combustion.

Tetap perlu bantuan BBM yang hasilnya membuat konsumsi BBM lebih irit.

"Dibilang pengganti bahan bakar jelas tidak bisa, tapi dibilang penghemat bahan bakar sangat mungkin," simpul Prof Yus.

"Teknologi ini sudah ada lama, hanya saja memang kurang efektif," sambungnya.

Baca Juga: Riset Daun Jeruk Purut Dicampur Sampah Plastik, Potensi Jadi Pertalite RON 90