Otomotifnet.com - Rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi adalah pilihan yang sulit.
Hal ini disampaikan oleh Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman.
Ia berujar, keputusan pemerintah, apakah akan menyesuaikan harga BBM bersubsidi atau tidak harus dipertimbangkan dengan sangat matang.
“Memang pilihan sulit. Mesti diperhitungkan dengan tepat. Kenaikan harga bisa membuat konsumen lebih hemat menggunakan BBM,” katanya (22/8).
"Nanti mungkin minggu depan Presiden akan mengumumkan mengenai apa, bagaimana, mengenai kenaikan harga (BBM bersubsidi) ini," katanya, dikutip dari kuliah umum di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan.
Saleh menuturkan, upaya pemerintah dalam menaikkan harga BBM subsidi, di satu sisi juga diharapkan mendorong perpindahan masyarakat ke transportasi publik.
Sehingga, outputnya bisa menekan emisi karbon.
“(Kenaikan harga BBM) juga diharapkan ada perpindahan (masyarakat) ke transportasi publik,” ujarnya.
Menurutnya, jika pemerintah menaikkan Pertalite menjadi Rp 10.000/liter, angka itu dinilai belum sesuai dengan harga keekonomian Pertalite, yakni Rp 13.150/liter.
Ia menyebut, kenaikan harga juga harus disesuaikan dengan perkembangan harga minyak, dan diatur berdasarkan Peraturan Menteri ESDM.
“Belum sesuai. Itu kan harus bergantung pada perkembangan harga minyak dan ada diatur formulanya oleh Peraturan Menteri ESDM,” lanjutnya.
Meski demikian, sumber sebelumnya pernah mengatakan, bila ada peningkatan harga BBM Pertalite, maka besarannya bisa menyentuh Rp 10.000/liter, atau akan ada peningkatan sekitar 40 persen.
Terpisah, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengungkapkan, pihaknya masih menunggu arahan pemerintah terkait dengan penyesuaian harga BBM subsidi jenis Pertalite.
Menurutnya, hal itu adalah kewenangan dari regulator.
“Statement saya, masih menunggu arahan dari pemerintah. Karena penentuan harga merupakan kewenangan dari regulator,” ucapnya.
Sebelumnya, Pemerintah berencana akan menaikkan harga Pertalite. Hal ini sebelumnya disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, pekan lalu.
Bantalan
Namun, Luhut menegaskan, bila memang terjadi peningkatan harga BBM Pertalite, pemerintah tetap akan berupaya memberikan bantalan untuk menjaga daya beli masyarakat.
“Pemerintah akan menyalurkan beberapa program perlindungan sosial, yang saat ini masih dibahas detailnya. Ini untuk menjaga daya beli masyarakat,” terang Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono (22/8).
Sayangnya, Susiwijono belum bisa menjabarkan lebih rinci terkait program yang disiapkan pemerintah dan besaran kocek yang harus dirogoh pemerintah untuk progra itu. Pun, Susiwijono belum bisa memberikan gambaran jelas hasil keputusan pemerintah terkait peningkatan harga BBM Pertalite atau tidak.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menilai, menaikkan harga BBM bersubsidi bukan solusi utama untuk mengatasi persoalan tekanan subsidi energi.
"Solusi yang lain jika tidak mau menaikkan adalah pembatasan penggunaan BBM subsidi," ujarnya, saat dihubungi (22/8/2022).
Menurut dia, pembatasan bisa dilakukan dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM.
"Tinggal sejauh mana pemerintah tegas dan ketat dalam memberlakukan kriteria penerima manfaat, seperti apa jenis kendaraan dan orang yang berhaknya. Ini yang kita tunggu-tunggu, ketegasan pemerintah," tuturnya.
Mamit menyatakan, jika pemerintah tetap menaikkan BBM subsidi, tetap harus dilakukan pembatasan.
Hal itu untuk mengantisipasi jika pada 2023 ada perubahan harga.
Kenaikan Pertalite menjadi Rp 10.000 per liter diprediksi akan mengerek inflasi sebesar 1 persen.
Beban keuangan negara dinilai sangat berat terkait dengan beban subsidi dan kompensasi yang harus dibayarkan kepada badan usaha.
Karena itu, subsidi harus tepat sasaran kepada yang berhak.
"Seharusnya subsidi bisa dialihkan secara langsung kepada masyarakat miskin dan sektor lain yang membutuhkan, seperti pendidikan, kesehatan, dan sebagainya," terang Mamit.
Ia berujar, penyesuaian harga BBM subsidi dapat mengurangi disparitas harga antara BBM subsidi dan non-subsidi.
Selain itu, subsidi BBM sebaiknya tetap harus diatur penggunaannya dan ditujukan untuk masyarakat yang berhak.
"Namun, kenaikan ini bisa memberikan dampak sosial di masyarakat yang berakibat bisa terganggunya iklim investasi di Indonesia. Aksi penolakan saya kira akan banyak dilakukan oleh elemen masyarakat. Tinggal bagaimana pemerintah bisa mengendalikan dari dampak sosial tersebut," kata Mamit.
Baca Juga: Warga Nusa Penida Dibuat Jengkel, Ada yang Beli BBM Pakai Puluhan Jeriken