Otomotifnet.com - Mobil berumur tua memang menarik dari sisi harga.
Berharga murah karena umumnya berkondisi capek.
Tapi mobil seperti itu punya konsekuensi. Jajan untuk perbaikannya beruntun dan jadi banyak.
Ujung-ujungnya isi kantong terancam karena perlu banyak biaya perbaikan.
Seperti dialami Niko, salah seorang karyawan swasta.
Ia membeli sebuah Toyota Avanza G AT keluaran Juni 2011, masih termasuk Gen1. Jarak tempuh sudah 252 ribu kilometer.
Ia merasa dapat harga murah namun harus keluar duit tambahan.
"Beli mobil Rp 60 juta. Cat bodi total Rp 6 juta karena bodi sudah pudar dan mengelupas," ujarnya.
Itu baru cat, kondisi bodi juga sudah lelah. Ada jarak renggang antara bumper ke bodi, posisi bumper bergeser sedikit dari bodi. Ia juga minta ganti karpet dasar dan bayar Rp 800 ribu.
"Lalu ban ganti 4 biji karena sudah getas, sekitar Rp 4 jutaan," lanjutnya.
Urusan mendandani mobil sudah, lanjut ke beberapa problem.
Salah satunya, transmisi matik pas di gigi 1 berasa ngejeduk. Lalu pas masuk gigi dua kayak selip kopling.
"Ada gejala putaran mesin dan tenaga turun," ucap Niko.
Mobil pun dibawa ke bengkel transmisi dan makan biaya perbaikan Rp 4,5 juta.
"Kampas kopling hangus jadi diganti total. Ditemukan juga oleh mekanik, ada bagian yang sudah diperbaiki tapi enggak tuntas," paparnya.
Kelar dari bengkel transmisi, mobil dibawa ke bengkel umum untuk tune-up, engine flush dan ganti oli mesin. Sebut saja bengkel umum 1.
Di sini ia keluar biaya Rp 600 ribu. Lalu ditemukan petunjuk baru dari oli.
"Ditemukan ada rembes oli di lantai. Menurut mekanik bengkel karena karter bocor," ucap Niko.
Mobil lantas dibawa ke bengkel umum lain. Sebut saja bengkel umum 2.
"Pas dibersihkan, ketahuan sumber rembes bukan karter. Melainkan sil O ring filter oli"
"Akhirnya sil tersbut diganti dan katanya memang disebut sudah penyakit Avanza," ungkapnya.
Sambil memperbaiki rembes, ia minta tolong mekanik apakah ada yang bocor dari transmisi otomatik.
"Ternyata enggak. Temuan mekanik, bukan bocor tapi volume oli matik kurang dari takaran. Diduga saat pengisian posisi tuas transmisi ada di P, mestinya N," terangnya.
Selesai urusan transmisi otomatik, ada lagi problemnya.
"Rack steer terasa bocor. Ada sobek di sil power steering. Untung power steering hidrolis, biaya penggantian dan ongkos Rp 2,4 juta saja," ujarnya seraya bilang masalah setir berat sudah tuntas.
Mobil pun ia pakai seperti biasa. Tapi namanya juga mobil berumur, tak lama kemudian ada temuan.
"Saat menyalakan mesin, posisi tuas persneling di P, mesin gak mau hidup. Tapi saat di posisi N atau R mesin bisa hidup"
"Pas jalan, antara gigi yang digunakan dengan indikator di dasbor enggak sinkron. Misal gigi D tapi indikator menunjukka N," papar Niko.
"Sempat waswas karena kata bengkel, inhibitor transmisi musti ganti. Tapi pas dicek ternyata hanya kendor. Sempat menduga keluar duit sampai Rp 5 juta, ternyata biayanya cuma Rp 200 aja," paparnya lagi.
Menurunya, mekanik menyebut kalau hal tersebut merupakan penyakit Avanza kalo kilometer capek.
Jika masalah transmisi otomatik tergolong berat, ia disarankan mengganti pakai punya Daihatsu Sirion.
"Ukurannya sama persis. Biaya Rp 5 juta," ujarnya.
Apakah masalah sudah selesai? Ternyata belum.
Ia menuturkan, perlu memperbaiki saklar spion elektrik, biaya Rp 100 ribu.
"Lampu mati total, sekring putus, ternyata pakai sekring imitasi. Pas diperbaiki, foglamp kanan mati, lampu headlamp kiri redup. Akhirnya keluar biaya Rp 200 ribu," ucapnya.
Balik lagi ke bodi, ternyata spakbor depan sudah sobek dan perlu diganti. Biayanya Rp 450 ribu.
Dari perbaikan demi perbaikan, Niko belajar memahami konsekuensi beli mobil capek.
"Keputusan punya mobil tua, apakah mau perbaikan bodi atau mesin dulu, lebih baik perbaiki mesin dulu," ungkapnya.
"Untung mesin bagus, oli masih bagus. Bakal pusing juga kalau ada indikasi oli berkerak," pungkasnya.
Segitunya, ia masih merasa tenang karena harga pasaran mobil disebutnya sekitar Rp 80-90 juta.