“Secara logika, faktor kondisi fisik dan mental adalah yang dominan. Sebab bila kondisi kesehatan fisik dan mental pengendara tidak normal, maka aka mempengaruhi kemampuan lainnya,” jelas pemilik dan pendiri Indonesia SmartDrive Vehicle Management Consulting ini.
Dalam kondisi tersebut, pengemudi tidak dapat mengontrol kendaraan dengan akurat. Menurunnya kondisi mental dan fisik membuat pengemudi tidak mampu menggunakan refleks untuk merespon situasi jalan, trotoar dan pejalan kaki di depannya. Bahkan panik sehingga kemampuan kognitif, analisa dan syaraf motoriknya terganggu.
“Pada situasi panik ini keputusan apapun yang dilakukannya biasanya berupa spontanitas yang cenderung tergesa-gesa tanpa melalui sebuah fase analisa. Saat si pengemudi sadar apa yang dilakukannya salah, level kepanikannya akan semakin tinggi yang membuat si pengemudi melakukan koreksi-koreksi yang salah lagi,” papar Jusri Pulubuhu, instruktur dan direktur Jakarta Defensive Driving Consulting.
Bila mendasarkan pada temuan sementara polisi dugaan mengantuk dan efek mengkonsumsi narkoba, hal tersebut menjadi faktor dominan yang mempengaruhi kondisi fisik dan mental pengemudi. Kantuk dan obat-obatan menyebabkan lamban dan salah dalam menganalisa, bertindak dan mengoreksi kesalahan.
“Koreksi yang terjadi bukan karena perintah otak tapi karena kebiasaan gerakan tangan. Identifikasi yang diterima telinga terdengar sayup–sayup, mata hanya menangkap secara samar-samar,” jelas Jusri.
Tapi walaupun lambat, kantuk karena lelah masih memungkinkan otak menerima informasi sesuai yang dilihat mata. “Pengendara ngantuk, akan cepat kaget dan segera sadar bila kendaraannya limbung atau menabrak. Dia setidaknya akan segera bertindak, merespon keadaan,” terang Momon.
Ini tidak terjadi ketika kantuk karena efek narkoba atau alkohol. Pengaruhnya bukan hanya pada mata, tapi juga otak. “Otak tidak mampu mengolah informasi. Perintah ke anggota badan pasti juga salah. Harus belok ke kiri, malah ke kanan. Lihat kolam seperti danau,” imbuh Momon lagi.
“Orang–orang yang dalam pengaruh subtances abuse karena alkohol dan zat psikotropika pun akan kehilangan emosi, tidak ekspresikan penyesalan. Mereka biasanya sangat tenang,” lanjut Jusri.
Jika si pengemudi pada saat tersebut tidak mengemudi dan memilih pulang dengan kendaraan lain (taxi), maka tragedi Tugu Tani 22 Januari 2012 bisa jadi dapat terhindari. (mobil.otomotifnet.com)
Editor | : | billy |
KOMENTAR