Baca berita tanpa iklan. Gabung Gridoto.com+

Perlindungan Pejalan Kaki, Pedestrian Ada Tarifnya!

billy - Rabu, 8 Februari 2012 | 12:10 WIB
No caption
No credit
No caption


Tragedi Tugu Tani beberapa waktu lalu menyadarkan lagi bahwa posisi pejalan kaki di jalan raya ternyata masih jauh dari kata terlindungi. Padahal mereka juga termasuk pengguna jalan raya yang hak dan kewajibannya tak kalah dibandingkan pengendara kendaraan bermotor. Lokasi kejadian yang berada di area ring satu di Indonesia itupun area pedestariannya juga tak dilengkapi fasilitas dan peranti perlindungan maksimal. 

Padahal sebagai bagian dari jalan raya, jalur pejalan kaki harus difokuskan untuk terus maksimal pemanfaatannya. Bagi pejalan kaki tentu saja. Karena perlindungan pasif di pedestrian akan efektif hindarkan kecelakaan fatal bagi pejalan kaki.

KETERBATASAN LAHAN

Lalu siapa yang mestinya berwenang buat kontrol kondisi pedestrian? “Skema pembangunan pedestrian menjadi kewenangan Dinas Pekerjaan Umum. Diakui di berbagai daerah di Jakarta masih belum tersedia pedestrian. Hal ini dikarenakan keterbatasan lahan,” jelas Udar Prihastomo, kepala Dishub DKI Jakarta

Perkara keterbatasan lahan, tentunya kembali pada persoalan tata ruang kota. Oleh karena itu semestinya masalah ini dibahas lintas instansi pemerintah daerah. “Tidak mudah dalam merumuskan semua itu, terlebih soal pembebasan lahan yang tentunya harus mengeluarkan biaya tidak sedikit,” papar Udar ketika dihubungi lewat ponselnya Selasa lalu (31/1).

Perihal kehadiran pedagang yang acap memaksa pejalan kaki turun ke aspal juga diakui Udar. “Para pedagang kaki lima ini memang meresahkan. Kami menyerahkan kepada petugas Satpol PP untuk menertibkan,” tegas pria yang berkantor di bilangan Tanah Abang, Jakpus ini.

Kolaborasi aktif antar instansi memang jadi kunci terjaganya fasilitas umum. Tak terkecuali pihak kepolisian yang mestinya bisa ikut mensterilkan pedestrian dari pemakai jalan selain pejalan kaki. “Untuk pengendara motor yang melibas pedestrian dapat langsung ditindak atau ditilang dengan dijerat UU Lalu Lintas No. 22, tahun 2009,” ungkapnya lagi.

Makanya sebenarnya para pejalan kaki juga berhak menegur para pengendara motor yang tidak disiplin maupun pedagang yang berdagang di ruas pejalan kaki. Menurut Udar, area pedestrian merupakan hak pejalan kaki secara total.

BAYAR ‘RETRIBUSI’

Pedagang yang memanfaatkan area pedestrian juga merupakan ‘bahaya laten’. OTOMOTIF menyambagi pedagang buah yang berada di seputaran Pasar Minggu. Lucunya mereka malah tak merasa mengganggu pejalan kaki. Alasan mereka karena jalan raya di sini cukup lebar dan trotoar berada di belakang barisan pedagang-pedagang ini. “ Jadi enggak ngerasa mengganggu, walaupun ngeri juga kena sambar kendaraan yang lewat,” ungkap Umiyati, salah satu pedagang buah.

Lalu apakah ia tahu kalau praktiknya merupakan kegiatan terlarang. Dikatakannya, ia dan rekan-rekannya cukup leluasa berdagang di sini karena membayar sejumlah uang pada beberapa pihak. “Ada preman, trantib dan polisi,”ungkapnya. Untuk preman ibu yang sudah berdagang selama 20 tahun ini memberikan seribu rupiah tiap harinya kepada 4 sampai 5 orang preman.

Lain halnya jumlah yang diberikan kepada Trantib (Satpol PP) sebesar Rp 5 ribu tiap minggunya. Setoran ke pihak kepolisian juga dilakukan, besarannya Rp 5 ribu tiap bulan. “Uang ini buat informasi kalau mau ada penertiban,”tutupnya.

Wah…


Editor : billy

Sobat bisa berlangganan Tabloid OTOMOTIF lewat www.gridstore.id.

Atau versi elektronik (e-Magz) yang dapat diakses secara online di : ebooks.gramedia.com, myedisi.com atau majalah.id



KOMENTAR

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

loading
SELANJUTNYA INDEX BERITA
Close Ads X
yt-1 in left right search line play fb gp tw wa