Baca berita tanpa iklan. Gabung Gridoto.com+

Pabrikan Mobil Lokal Jangan Cuma Jadi Tukang Jahit

billy - Rabu, 21 Desember 2011 | 14:04 WIB
No caption
No credit
No caption

No caption
No credit
No caption
 
JAKARTA - Kelahiran Tasikmalaya 1 Juli 1954 ini, sejak awal Agustus 2011 lalu, sudah menyandang satu jabatan baru lagi. “Saya ditetapkan sebagai salah satu direktur di Daihatsu Motor Company (DMC), Jepang,” tutur Sudirman Maman Rusdi yang juga menjabat sebagai Presiden Direktur PT Astra Daihatsu Motor (ADM), Direktur PT Astra Internasinal dan ketua umum Gaikindo.

Di ADM, perusahaan patungan antara PT Astra International Tbk dengan DMC itu, ia menapaki kariernya sejak menjadi staf departemen produksi tahun 1978. “Saat itu, Daihatsu baru memulai membangun pabriknya di sini,” ujar ayah dua putra ini ketika berbincang di ruang kerjanya, Sunter, Jakut.

Seiring dengan perkembangan pasar otomotif tanah air yang kian berkembang, Daihatsu lambat laun mulai diperhitungkan. Apalagi, sejak perusahaan yang berada satu grup dengan Toyota ini meluncurkan beberapa produk yang diminati konsumen tanah air, seperti Xenia. Penjualannya pun mulai meningkat, terlihat dari laporan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Selama 2009 dan 2010, total penjualan mobil Daihatsu menduduki peringkat kedua di bawah Toyota, mengungguli Mitsubishi dan Suzuki.

Melihat hal itu, pihak DMC pun kini mulai serius menggarap pasar Indonesia lebih jauh lagi, terutama pada segmen mobil kompak. Lalu, bagaimana strategi apa yang akan diambil Daihatsu untuk menggarap pasar Indonesia khususnya dan ASEAN pada umumnya? Berikut petikannya.

OTOMOTIF: Bagaimana Anda melihat perkembangan pasar otomotif di Indonesia dalam 5 tahun terakhir?

Sudirman MR: Perkembangan industri otomotif, khususnya mobil di tanah air saya lihat semakin bagus dan cenderung meningkat. Seperti tahun ini kami prediksi bisa mencapai 850 ribu unit. Memang, sempat mengalami sedikit gangguan ketika adanya gempa dan tsunami di Jepang Maret lalu, tetapi gangguan itu hanya terjadi pada bulan April-Mei, sesudah itu berangsur kembali normal.

Beruntung Daihatsu menggunakan teknologi menengah untuk produk-produknya, sehingga pengaruhnya tak terlalu besar. Selain itu, beberapa saat setelah terjadi tsunami itu, para teknisi dan insinyur Daihatsu di Jepang terus melakukan riset untuk mengganti suplai ECU (elentronic control unit) yang sebelumnya dipasok dari perusahaan-perusahaan yang terkena musibah itu, untuk mendapatkan sumber pasokan lain. Jadi komponen ini kan yang menjadi kendala utama.

Sekarang sudah kembali normal.  Ketika terjadinya tsunami, terpaksa kita menurunkan target produksi dari 28.500 unit menjadi 22.500 unit.

Setelah melewati April-Mei di bulan Juni mulai naik lagi menjadi 28.000 unit. Bahkan di bulan Juli lalu produksinya mencapai  35.275 unit. Ini adalah produksi terbesar yang pernah dilakukan PT Astra Daihatsu Motor sepanjang sejarah berdirinya perusahaan ini.

Kondisi ini akan terus naik karena beberapa faktor pendukung menunjukkan indikator yang baik. Misalnya, adanya pameran kemaren (Indonesia International Motor Show) dan menjelang Lebaran. Serta baiknya suku bunga serta inflasi yang terjaga. Ini membuat pasar kembali terangsang dan saya rasa bisa lebih baik lagi.

Mengingat ADM juga memproduksi Toyota, dari 35.275 unit itu, berapa persen yang benar-benar merek Daihatsu?

Iya, di pabrik kami juga memproduksi merek Toyota. Selama Juli lalu, produk Toyota untuk pasar domestik kami produksi sebanyak 17.127 unit. Sedangkan untuk ekspornya sebanyak 3.266 unit. Lalu, untuk merek Daihatsu sendiri, sebanyak 13.465 unit buat pasar domestik dan 1.417 untuk pasar ekspor.

Secara garis besar, bagaimana sebenarnya pembagian Daihatsu dengan Toyota dalam menetapkan produknya?

Benar, Daihatsu merupakan salah satu perusahaan dalam Toyota Group. Pembagiannya, untuk kelas truk, ada Hino. Sedangkan mobil mewahnya ada Lexus dan untuk segmen mobil kompak itu merek Daihatsu. Hingga kini pembagiannya untuk Daihatsu dilihat berdasarkan kapasitas mesin hingga 1.500  cc.

Jadi misalnya begini, kalaupun di suatu daerah brand Toyota lebih kuat, maka dijual dengan merek Toyota. Misalnya, seperti kalau di sini ada Daihatsu Sirion, kalau di Jepang  jadi Boon. Sedangkan di Toyota memakai merek Passo.

Kalau dilihat, secara spesfikasi utama  hanya berbeda pada optional saja, selebihnya hampir sama. Prinsipnya, Toyota group itu membuat produk yang punya banyak varian. Kalau bisa 1 + 1 itu bukan sama dengan 2 tetapi bisa 3 atau 4.

Lalu, apa sih arti penting Indonesia bagi Daihatsu?

Bagi Daihatsu, Indonesia merupakan kawasan yang penting. Di sini menjadi satu-satunya pabrik di luar Jepang yang terbesar dengan merek Daihatsu. Meskipun, sebenarnya di Malaysia juga ada pabrik Daihatsu, tetapi lebih dikenal dengan merek Perodua.

Sementara di dalam Toyota Group sendiri, pabrik Daihatsu di Indonesia merupakan pabrik terbesar ke-5.  Empat lainnya ada di Amerika Serikat (Kentucky), Thailand, Kanada dan China. Semuanya  memakai merek Toyota, sementara untuk Daihatsu sendiri hanya di ADM.

Makanya, selain pembangungan pabrik ini, Daihatsu benar-benar menyokong perkembangan produknya sesuai dengan kebutuhan masyarakat sini.

Walaupun, secara garis besar, sesungguhnya Daihatsu dalam mengembangkan produknya bukan cuma berorientasi pada pasar domestik, tetapi juga pada pasar global.

Contohnya adalah Grand Max. Selain untuk kebutuhan pasar dalam negeri, juga dipakai untuk kebutuhan pasar di luar negeri. Di Jepang sendiri, namanya menjadi Town Ace dan Lite Ace. Kita juga mengekspor untuk pasar Timur Tengah dan Afrika.

Dalam beberapa tahun belakangan ini, Daihatsu sudah menambah kapasitas produksi pabrik di sini. Hingga kini total kapasitas produksinya bisa mencapai 430.000 unit setahun. Apa hanya sebatas itu?

Secara manufacturing sudah terbesar di Indonesia. Tetapi, kami ini sekarang memperdalam bagaimana lokal konten untuk semakin ditingkatkan. Syukur-syukur bisa 100% dari Indonesia. Walaupun itu sulit dilakukan karena ada perhitungan skala ekonomis yang mesti jadi pertimbangan.

Lokal konten seperti apa yang diinginkan?

Begini, kita inginnya bisa meningkatkan pendalaman komponen lokal lebih tinggi. Sampai saat ini, Gran Max sudah memakai komponen lokal sebanyak 85%. Sisanya yang 15%  masih didatangan dari luar negeri. Yaitu ASEAN 9% sedangkan sisanya 6% dari Jepang.

Sedangkan Terios juga sudah menyerap 79% komponen lokal begitupun dengan Xenia yang sudah memakai komponen lokal sebanyak 82%.

Angka itu masih akan terus ditingkatkan, tetapi sekali lagi, sulit untuk mencapai 100% lokal konten karena alasan skala ekonomis. Ada beberapa komponen yang baru mencapai skala ekonomisnya bila diproduksi sebanyak 1,5 juta unit.

Bagaimana dengan Riset dan Pengembangan (R&D), apakah Daihatsu juga berencana membuatnya di sini?

Kami memang tak selamanya ingin menjadi tukang jahit saja. Secara bertahap, kita sudah membuat cetak birunya untuk membangun pusat riset dan pengembangan di sini.Tetapi butuh proses, dan kini kami sedang menjalani proses itu.

Seperti apa?

Sejak dua tahun lalu, kami sudah mengirimkan orang-orang ADM untuk belajar di Daihatsu Jepang. Hingga kini sudah ada 28 orang yang belajar di sana.

Bidang yang dipelajari macam-macam. Ada yang berkenaan dengan cost planning, desain, pengembangan produk hingga purchasing yaitu bagaimana mememilih dan membeli komponen yang sesuai dengan kualitas yang dibutuhkan.

Kita juga mengirimkan untuk mempelajari soal kualitas dari barang, dan sejumlah hal lain, sehingga pada akhirnya nanti, kita sudah punya pengetahuan yang menyeluruh untuk membangun industri kendaraan oleh orang-orang kita sendiri.

Salah satu desainer ADM kan berhasil ‘mengalahkan’ desainer Jepang dalam perwujudan mobil, itu salah satu hasilnya?

Iya, itu salah satu hasil yang bisa diraih. Secara garis besar, sekali lagi, kita tidak ingin bisa pada bidang manufacturing saja, tetapi seluruh prosenya kita bisa pahami dan serap. Sampai kapannya, itu belum tahu. Untuk mencapai itu perlu diterapkan secara setahap demi setahap.

Kita juga mau mengembangkan produk yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Misalnya, untuk perubahan kecil sebuah produk (minor change) selama ini kan harus mendapat persetujuan dari pihak Daihatsu Jepang. Kalau mereka sedang sibuk, kan untuk approval­­-nya menjadi agak tersendat-sendat.

Jadi harapan kami, minor change nantinya tak perlu melalui proses yang panjang. Setelah minor change  itubisa dilakukan sendiri, barulah kita melakukan perubahan bentuk yang lebih besar lagi. Yaitu untuk ubahan bodi dan sasis.

Kami juga sudah berkomitmen pada pemerintah Indonesia soal ini. Yaitu, soal lokal konten bukan hanya pada peralatan dan pemakaian bahan saja, tetapi juga pada  sektor manusianya juga. Dengan begitu, kami memberi kepercayaan pada orang lokal untuk berkarya di sini.

R & D kita sudah bikin cetak birunya dan bagaimana mengisi orang-orang di dalamnya. Karena hal ini juga berkaitan dengan fasilitas yang dibutuhkan nantinya. Seperti seberapa besar area pengjuian mobil yang dibutuhkan dan lain sebagainya.

Saya juga ingin, bangsa kita tercinta ini ke depannya nanti bisa membuat  mobil sendiri. Kita tidak hanya jadi tukang jahit!


 Gran Max. Komponen lokalnya mencapai 85%
Buah Ketekunan Siswa STM
Berbekal ijazah Sekolah Teknik Mesin di Tasikmalaya, Jabar, Sudirman Maman Rusdi, melamar bekerja di perusahaan pengolahan kayu di Jakarta. “Bapak saya dulunya pengusaha angkutan di Tasikmalaya. Tetapi karena saya tak mau membebani orang tua, setelah tamat STM, saya ke Jakarta ada lowongan di pabrik pembuatan plywood,” ujar lelaki yang kini mengaku sulit menemukan waktu buat hobinya main golf itu.

Di perusahaan kayu inilah ia mendapatkan kesempatan ke Jepang. “Perusahaan itu belum berdiri, tetapi sudah merekrut untuk mempersiapkan tenaga ahlinya. Dari 50 pelamar, hanya beberapa yang diterima untuk disekolahkan di Jepang untuk pengolahan kayu. Salah satunya adalah saya. Makanya, saya bisa bahasa Jepang,” tuturnya lagi.

Sudirman, tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Setelah 2 tahun di Jepang, ia kembali ke Indonesia. Sayang, perusahaan kayu itu akhirnya batal berdiri. Alhasil, ia pun memilih hengkang ke perusahaan aluminium. “Di sana lumayan lama, saya sampai posisi kepala divisi, tetapi saya tinggalkan ke Daihatsu,” paparnya.

Masuk tahun 1978, ia memulai dari staff produksi. Ia bercerita, ketika membangun pabrik Daihatsu di Sunter, pernah bekerja selama 30 jam non-stop. “Karena mesin produksinya rusak.”

Kini, setelah 33 tahun mengabdi di PT Astra International, ia menduduki posisi puncak di perusahan patungan Astra-Daihatsu itu. Ada satu hal yang tak berubah dari lelaki ramah ini. “Saya selalu merasa berdosa kalau datang ke kantor lewat dari jam 07.00. Padahal, untuk posisi saya kan tidak ada yang mengawasi ya...hahah..Habis, sudah kebiasaan sih.”   (mobil.otomotifnet.com)

Editor : billy

Sobat bisa berlangganan Tabloid OTOMOTIF lewat www.gridstore.id.

Atau versi elektronik (e-Magz) yang dapat diakses secara online di : ebooks.gramedia.com, myedisi.com atau majalah.id



KOMENTAR

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

loading
SELANJUTNYA INDEX BERITA
Close Ads X
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

yt-1 in left right search line play fb gp tw wa