Serang – Sirkuit Tembong Jaya, Serang sudah sangat sering dipakai untuk gelaran speed off-road. Masih ditambah dengan penyelenggaraan sprint reli.
Banyaknya event yang digelar, membuat para peserta speed off-road relatif sudah hafal dengan karakter dan kontur yang ada.
“Karakter treknya bagus. Semuanya lengkap. Mulai yang straight, turun, jumping, tikungan tajam. Bagus untuk belajar,” sebut Julian Johan dari tim AHSRT yang juga jadi brand ambassador ban GT Radial.
Saat awal-awal digelar speed off-road di Sirkuit Tembong, debu tebal setelah mobil balap lewat pasti terbang tinggi. Mengganggu bukan saja pada penonton, tapi juga peserta itu sendiri.
Atas dasar itulah, akhirnya trek dilapis dengan cairan kimia khusus. Maksudnya supaya tidak terlalu berdebu saat mobil balap berlomba.
Dalam keadaan kering, memang hal ini menyenangkan. Lapisan tanah akan sangat keras dan tak ada debu terbang. Itulah juga yang membuat para peserta speed off-road percaya diri pakai ban tipe A/T dibanding M/T. Selain akan tetap mendapatkan grip, juga lebih enteng.
Namun dengan model trek seperti ini, terkadang juga membuat pembalap terlena untuk memacu kendaraan. Hasilnya terkadang justru jadi bumerang. Seperti menabrak berm, terguling, putus kopel atau as roda.
Untuk berlomba dan melihat power mesin kencang, keadaan kering tentu sangat diharapkan.
Namun, saat gelaran seri 3 (1-2/10) silam, turun hujan. Mulai rintik sampai lebat. Berdasar pantauan OTOMOTIFNET, kondisi tanah memang tak terlalu hancur, meski tetap ada genangan air. Tapi, tanah yang bukan trek, bisa dibilang acak-acakan.
Dengan adanya cairan kimia khusus tersebut justru jadi berbalik arah ‘menyerang’ pembalap. Trek sangat licin. Analogi yang diberikan Jeje, panggilan Julian Johan, seperti berlari diatas plat alumunium yang sudah dilumuri oli gardan.
Beda lagi yang disebut oleh H.Rihan Variza, pembalap dan pemilik tim HRVRT HBM BGM BMB. “Kayak jalan diatas keramik dikasih air,” sebutnya.
Dari kedua analogi tersebut bisa dibayangkan betapa licinnya trek saat guyuran air membasahi tanahnya.
Kedua pembalap tersebut berbicara saat mereka sudah mengandalkan ban M/T untuk lomba.
Meski demikian, balap dalam kondisi hujan tak selamanya buruk. “Ada banyak pembelajaran yang bisa diambil. Kita jadi bisa lebih tahu tentang seting mobil yang pas. Skill juga semakin terasah. Pas trek basah, power mesin besar bukan jaminan menang,” tambah Bimo Pradikto, pembalap dari tim Banteng Motorsport.
Akan lebih membingungkan lagi jika hujan sudah tak lagi turun. Cepatnya air meresap ke tanah, membuatnya terlihat seperti kering. Padahal, kalau dilihat secara detil dan dipegang, kontur tanah masih terbilang basah dan tetap licin.
Dalam kondisi seperti ini, driver dan navigator seperti berjudi dengan pilihan ban. Meski begitu, driver dan navigator tidak boleh mengeluh dengan kondisi yang ada.
Pembalap yang baik akan selalu siap berlomba dalam kondisi apapun. (otomotifnet.com)
Editor | : | toncil |
KOMENTAR