Jakarta- Banyak kisah di balik perjalanan Toyota di Indonesia yang memasuki usia 45 tahun.
Menariknya, kesuksesan Toyota yang pernah menyundul hampir 40 persen pangsa pasar mobil nasional, tidak semata-mata dijalankan dengan perhitungan ekonomi. Melainkan juga berkat kuatnya daya tawar di mata Toyota pusat dan penguasaan taste konsumen mobil Tanah Air.
Hal ini terungkap dalam diskusi 45 tahun Toyota Indonesia di Jakarta (27/10) yang mengangkat background kesuksesan Toyota yang hingga kini sudah menjual hampir 5 juta unit mobil dan mengekspor 1 juta unit.
Johnny Darmawan Danusasmita, bos Toyota Astra Motor (TAM) 2002-2014 blak-blakan kepada media seputar perjalanan market leader ini.
Termasuk soal daya tawar Indonnesia yang kuat.
“Jepang memang melakukan pendekatan scientific. Tapi yang tahu soal Indonesia saya atau kamu (Jepang)? Akhirnya mereka bilang, kita ikut kata Johnny aja,” ujarnya.
Pendekatan matematis dan intuisi bisnis ini pun mengantar Toyota sukses di Indonesia.
Jalannya diskusi sendiri mengerucut pada masa kepemimpinan Johnny Darmawan karena ia tak bersedia banyak bicara di luar era-nya.
Namun sisi lainnya juga dijelaskan petinggi PT Toyota Motor Manufacturing (TMMIN) yang hadir. Yakni Edward Otto Kanter, Plant & PLC Senior Director dan Bob Azam Direktur Administrasi.
Orang Luar Enggak Tahu Indonesia
“Toyota berdiri 1971 dan punya pabrik tahun 1973. Kemudian kawin (antara pabrik perakitan, bodi dan mesin) 1989. Cerai tahun 2003. Hal yang paling sulit adalah meyakinkan Indonesia layak investasi. Kita mau turun dan bicara ke manajer pabrik di Jepang, orang pabrik enggak tahu Indonesia. Tahunya Amerika, Eropa dan kalau Asia tahunya hanya Thailand,” papar Johnny.
“Akhirnya tahun 2004 mulai dilihat. Kita ditantang masuk klub 100.000 unit, kita masuk. Mencapai 30 persen, kita masuk, masuk 10 besar Toyota dunia, kita masuk. Akhirnya apa lagi yang mau dichallenge ke kita? Kita pernah mencapai 39,9 persen tahun 2009 atau 2010,” lanjut pria yang menjual 2,7 juta unit mobil selama kariernya.
Toyota Sembunyikan Desainer
Salah satu yang mungkin terwujud jika Indonesia jadi basis produksi adalah munculnya karya desainer Indonesia.
Bahkan peranti dan teknologi desain tercanggih ada di tanah air. Namun soal munculnya desainer Indonesia justru akan tertutupi.
“Dengan dibukanya Indonesia sebagai hub, kemungkinan ada RnD dan desain di sini. Tetapi desainer kita umpetin nama dan wajahnya, takut di-hijack,” seloroh Bob Azam.
Namun alasan lainnya bersangkutan dengan filosofi Toyota di mana pemimpin pun akan tampil low profile.
“Di Jepang, dipilih jadi CEO terbaik pun dia akan mengaku sebagai orang produksi,” ulas Johnny.
Kamuflase Kuliner Di Balik Dealer Visit
Salah satu fungsi penting yang dijalankan adalah kontrol. Menurut Johnny, dealer visit jangan terlihat sengaja atau by design.
Salah satu trik yang dijalankan adalah dengan alasan hendak kuliner lalu secara ‘spontan’ mampir ke dealer.
Dari situ kekurangan dealer akan diketahui dan bisa diperbaiki. Selain itu caranya tidak dengan memarahi melainkan justru memberi motivasi.
“Saya ke daerah bukan by design tapi bilang mau kuliner. Kalau saya datang ke dealer dan kasih masukan, orang tahu Johnny mau bangun Toyota, bukan mau marah-marah,” tuturnya.
Jurus lainnya, pertama membuat gathering konsumen untuk mengurangi budget. Kedua melakukan direct communication yang juga lebih murah untuk dilaksanakan. Selanjutnya membuat bengkel yang tadinya sebagai tempat servis saja menjadi profit center.
“Namanya internal profit center. Servis yang tadinya komplimen menjadi profit center, dihitung berapa cost-nya. Jadi enggak hanya (untung) dari jual spare part,” sambungnya.
Jurus Anti Penjualan Turun
Dalam bisnis selalu ada momen naik dan turun. Ini berhubungan dengan keuntungan atau profit.
“Auto2000 bisa profit 200 persen. Kebetulan saya orang keuangan, jadi tahu hitungannya,” ucap Johnny.
Termasuk masa-masa lesu juga bisa ditebak.
Misal, Januari menukik, lalu Februari biasa naik ada sincia (tahun baru imlek), Maret naik lagi karena ada fiskal berupa pengembalian pajak atau mau lebaran.
Tapi kini tidak lagi ada pemakluman.
“Zaman dulu dianggap kebiasaan. Misal kalau dealer trip, penjualan turun. Kita bikin antinya. Januari enggak boleh lagi maklumin penjualan turun, harus tetap kencang. Jadi penjualan distok untuk bulan berikutnya”.
“Pada saat pasar mau turun, harus ada gantinya. Kita mau tetap agresif," tutur Johnny.
Bukan Diskon, Tapi Pengurangan Harga
Lalu dalam kondisi apa pabrikan memberi diskon dahsyat hingga puluhan juta rupiah?
Johnny menyebut selalu ada masa-masa di mana stok meningkat.
“Turbulensi udah biasa. Tapi saya enggak suka istilah diskon. Perlu disiasati, ini pengurangan harga, he he he.”
“Misal, ajak calon konsumen sabtu ke show room. Nanti dikasih potongan 10 juta. Sama aja. Nanti kalau ditanya (oleh TAM), alasan saya ini kan campaign.”
Kunci Sukses, Tim Yang Kompak
Kunci sukses Toyota menurut Johnny ada pada semangat kekompakan tim.
“Caranya bukan dimarahi tapi dimotivasi, ditantang, masa kamu kalah?”
Ia lantas menceritakan bagaimana penjualan sebuah dealer meningkat dengan cara memberi apresiasi tinggi jika berhasil.
Begitu juga dengan standar kerja mekanik dichallenge dari yang kurang dari dua mobil sehari menjadi semaksimal mungkin hingga 2,7 sehari.
Menyamakan Standar Orang Indonesia dan Jepang
Soal budaya kerja, ada yang berbeda dari Indonesia dan Jepang. Sehingga dilakukan training agar orang Indonesia dapat menjalankan sistem dan memahami budaya kerja Jepang.
Namun hasilnya kerap tak seperti yang diharapkan. Untuk itu tahun 1994, dikirimlah pekerja-pekerja Indonesia ke Jepang. Jumlahnya sampai 300 orang.
“Berbeda dengan kebiasaan hidup di sini, mereka di sana harus bekerja keras untuk survive.
“Hal ini mengubah paradigma berfikir mereka akan kerja dan kualitas. Hasilnya bisa dilihat. Lama-lama level Indonesia naik, sekarang bahkan ada 7 direktur di TMMIN,” terang Johnny.
Indonesia Jadi Production Base
Indonesia saat ini menurut Johnny adalah eranya production base.
“Era otomotif indonesia era production base. Kalau Toyota masuk, yang lain akan masuk. Mereka (kompetitor) akan bilang, kalau Toyota sukses, kita makin ketinggalan. Saya berprinsip Indonesia jadi manufacturing. Dari 2004, (Toyota Jepang) baru yakin banget tahun 2010,” ulas Johnny.
Menurutnya, Indonesia punya banyak hal yang menguntungkan.
“Fundamental populasi bagus. Demografi penduduk banyak kalangan usia muda, politik membaik, betul ada masalah perburuhan tapi soon, sudah mulai menjadi partner. Peringkat kemudahan berbisnis naik. Kebetulan Indonesia bagus,” papar Johnny seputar hal-hal yang membuat Toyota pusat mempertimbangkan untuk menjadikan Indonesia pusat produksi global. (otomotifnet.com)
Editor | : |
KOMENTAR