Jakarta - Tim Uji Durabilitas Hella juga mencoba performa busi Hella untuk sepeda motor yang dipasarkan oleh PT Sumber Berkat Anugerah (SBA) selaku distributor resmi produk asal Jerman ini di Indonesia. Busi ini dirasa impresinya dalam perjalanan turing Jakarta - Cirebon - Bandung - Bogor - Jakarta dan juga melewati beberapa pengujian menggunakan alat ukur yang spesifik.
IMPRESI BERKENDARA BUSI HELLA
Meski rute turing Uji Durabilitas Hella 2016 tidak terlalu jauh namun perjalanan ini dirasa mewakili ragam kondisi jalanan di Indonesia. Sehingga cocok untuk merasakan performa Hella Motorcycle Energy Spark Plug.
Sejak lepas dari Jakarta, tim sudah terjebak kemacetan di Kalimalang sampai Karawang, kemudian menyusuri Pantura yang notabene jalur pinggir pantai dan trek panjang, bisa gas pol terus dengan skutik 110 - 125 cc.
"Di kemacetan dan saat lewat pinggir pantai yang suhu udaranya cukup panas, kondisi mesin tetap responsif," yakin Fariz Ibrahim, rider Honda Vario 125.
Dari Cirebon, rombongan meluncur ke Bandung via Majalengka, kontur daerahnya yang naik turun dan udara segar jadi santapan. Tantangan justru saat menuju ke pegunungan di Ciwidey, Bandung Selatan. Menuju ke kawasan wisata kawah putih, busi Hella ini membuat mesin tetap mudah dinyalakan meski suhu udara cukup dingin.
"Buat nanjak juga mesin masih galak dan yang pasti mesin mudah dinyalakan meski udaranya dingin," yakin Lutfi rider yang menggeber Yamaha Mio Soul, skutik paling lawas dan masih mengunakan karburator yang sangat sensitif pada perubahan suhu.
Busi ini diklaim mampu memantik api yang lebih konsisten sehingga pembakaran tetap sempurna. Efek lainnya dari pembakaran sempurna adalah performa yang baik dan konsumsi bahan bakar lebih efisien.
Hella Motorcycle Energy Spark Plug ini menggunakan material elektroda chrome-nickel. Juga menggunakan tembaga pilihan yang mampu meningkatkan konduktivitas termal sehingga umur busi lebih panjang.
Hella mengklaim businya ini bisa digunakan sampai 20 ribu km dan memiliki durabilitas tinggi dan mampu menyempurnakan pembakaran. Harganya, di pasaran dilepas Rp 15 ribuan ini.
TES BUSI HELLA
Guna mengetahui efek pemakaian busi Hella, kami melakukan pengetesan pakai dynamometer Mainline Dynolog milik Farm Tuning di Lebak Bulus, Jaksel. Motor yang digunakan Honda BeAT eSP. Bahan bakar Pertamax, dan sebagai pembanding pakai busi bawaan Honda yaitu Denso U27EPR9-N9. Sedang busi Hella yang digunakan berkode CD8-9.
Perlakuan untuk kedua busi sama, dipasang lalu diambil data tenaga dan torsi dalam kondisi WOT atau wide open throttle, atau bahasa mudahnya digas pol sampai mentok atau bukaan TPS 100%. Pengujian dilakukan sekitar 7 kali run sampai didapat angka terbaik.
Pertama dites pakai busi standar, setelah beberapa kali run didapat tenaga maksimal 5,55 dk di putaran mesin 5.477 rpm. Sedang torsinya 5,35 ft.lb (7,25 Nm) di kitiran mesin 5.256 rpm. Air to fuel ratio (AFR) berada di kisaran 12:1, tapi di atas 7.500 rpm hampir 11:1.
Lanjut ganti busi Hella, tak perlu ubahan apapun dalam pemasangan, cuma mesti melepas mur kuningan yang ada di ujungnya. Bagaimana hasilnya? Tenaga maksimal mentok 5,52 dk di 5.877 rpm. Wah lebih kecil, tapi hanya 0,03 dk yang bisa dibilang tak bisa dirasakan.
“Tapi simak grafiknya, ternyata di atas 7.000 rpm justru tenaganya lebih tinggi pakai Hella,” terang Muhammad Saiful Bahri, operator dyno Farm Tuning ini. “Jadi atasnya bisa lebih ngacir,” imbuhnya.
Torsinya pun karakternya sama, puncaknya sedikit kalah hanya 5,25 ft.lb (7,12 Nm) di 5.423 rpm, tapi sama dengan tenaganya, di atas 7.000 rpm justru lebih tinggi dibanding pakai busi standar.
“Satu lagi uniknya AFR justru lebih basah, di kisaran 11:1 dan bahkan di putaran atas hampir 10:1. Seandainya suplai bensin bisa dimapping ulang misal pakai piggyback, tenaga yang dihasilkan bisa lebih besar,” papar Saiful, sapaan akrabnya. (Otomotifnet.com)
Editor | : | Editor |
KOMENTAR