Otomotifnet.com - Akhirnya Pemerintah restui pungutan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) dihapus, terhitung mulai 1 Maret 2021.
Hal ini disampaikan oleh Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Dalam sebuah diskusi virtual (11/1/2021), Menko Airlangga menegaskan bahwa instrumen kebijakan tersebut akan dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan.
Ia melanjutkan, tujuan relaksasi PPnBM diharapkan dapat mengejar pemulihan ekonomi nasional, yakni melalui industri otomotif.
“Maka kita dorong dengan skema PPnBM ditanggung pemerintah untuk kendaraan di bawah 1.500 cc yang local content-nya 70 persen,” terang Airlangga.
Baca Juga: Tanggapan Toyota, Honda dan Suzuki Soal Diskon PPnBM, Berharap Cemas
Masih menurutnya, relaksasi PPnBM dapat meningkatkan kemampuan membeli masyarakat dan memberikan lompatan pada perekonomian.
Oleh karenanya, relaksasi PPnBm akan dilakukan secara bertahap. Stimulus PPnBM diusulkan untuk dilakukan sepanjang tahun 2021.
Yakni dengan skema PPnBM 0 persen (Maret-Mei), PPnBM 50 persen (Juni-Agustus), dan 25 persen (September-November).
Lebih lanjut, Airlangga meyakini bahwa pulihnya produksi dan penjualan industri otomotif akan membawa dampak yang luas bagi sektor industri lainnya.
Salah satunya industri bahan baku yang berkontribusi sekitar 59 persen dalam industri otomotif.
“Industri pendukung otomotif sendiri menyumbang lebih dari 1,5 juta orang dan kontribusi PDB sebesar Rp 700 triliun,” terangnya melalui keterangan tertulis (11/2/2021).
Stimulus penghapusan PPnBM yang akan dirilis bulan depan tersebut, sekaligus merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 tahun 2019.
Yaitu tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Baca Juga: Pungutan PPnBM Dihitung Dari Emisi Gas Buang, Bukan Soal Bentuk Bodi
Regulasi tersebut mengacu pada pengenaan PPnBm berdasarkan emisi gas buang kendaraan bermotor.
Artinya, melalui stimulus PPnBM, Pemerintah juga ingin menurunkan emisi gas buang.
"Perubahan PP ini diharapkan dapat mendorong peningkatan pendapatan pemerintah, menurunkan emisi gas buang, dan meningkatkan pertumbuhan industri kendaraan bermotor nasional,”
“Revisi PP 73/2019 ini akan mengakselerasi pengurangan emisi karbon yang diperkirakan akan mencapai 4,6 juta ton CO2 pada tahun 2035," jelas Menko Airlangga.
Melalui skenario relaksasi PPnBM yang dilakukan bertahap, maka diperhitungkan dapat terjadi peningkatan produksi yang akan mencapai 81.752 unit.
Alhasil relaksasi PPnBM, diharapkan dapat menambah output industri otomotif, yang akan menyumbangkan pemasukan negara sebesar Rp 1,4 triliun.
"Kebijakan tersebut juga akan berpengaruh pada pendapatan negara yang diproyeksi terjadi surplus penerimaan sebesar Rp 1,62 triliun," lanjutnya.
Pulihnya produksi dan penjualan industri otomotif akan membawa dampak yang luas bagi sektor industri lainnya.
Mengingat industri otomotif merupakan industri padat karya, dengan lebih dari 1,5 juta orang bekerja di industri otomotif.
Terdiri dari lima sektor, yaitu pelaku industri tier II dan tier III (terdiri dari 1000 perusahaan dengan 210.000 pekerja).
Baca Juga: Genjot Penjualan, Diskon PPnBM Mobil Baru Mestinya Dikabulkan 2021
Kemudian pelaku industri tier I (terdiri dari 550 perusahaan dengan 220.000 pekerja), perakitan (22 perusahaan dan dengan 75.000 pekerja).
Lalu dealer dan bengkel resmi (14.000 perusahaan dengan 400.000 pekerja), serta dealer dan bengkel tidak resmi (42.000 perusahaan dengan 595.000 pekerja).
Editor | : | Antonius Yuliyanto |
KOMENTAR