Sementara pada arah berlawanan, sorotan lampu jauh (high beam) dari kendaraan lain ikut berkonstribusi menambah akut sindrom kelelahan ini.
"Dua jalur jalan tol tidak dilengkapi peredam silau pada masing-masing markanya," sebutnya.
"Tentu saja, kondisi ini menambah berat sindrom kelelahan pengendara," sambung Deddy.
Data Polres Batang mengenai tingkat kecelakaan lalin atau dikenal dengan terminologi accident rate (AR) yang dikutip ITRW, mengonfirmasi betapa berbahayanya ruas tol ini.
Selama kurun Januari hingga 14 September 2022 saja, telah terjadi 300 kecelakaan lalin dengan fatalitas 10 orang meninggal dunia.
"Dari data ini dapat dikatakan fatalitas kecelakaan lalin di tol ini saja, mencapai 10 persen," cetusnya.
Jika tahun 2021 terdapat total 400 AR, Deddy memproyeksikan pertengahan hingga akhir September 2022 ini trennya akan terus meningkat.
Hal ini didukung laporan PT Jasa Raharja mengenai kenaikan santunan kecelakaan lalin 2022 sebesar 17 persen dibandingkan tahun 2021.
Deddy mengatakan, angka ini berpotensi sama seperti tahun 2019 sebagai puncak kecelakaan lalin di jalan tol.
Meskipun ada ratusan kecelakaan lalin, secara umum Deddy menilai kondisi seluruh jalan tol di Indonesia, baik Tol Trans-Jawa, Tol Trans-Sumatera dan di luar keduanya masih cukup aman dengan likert scale (skala likert) 3/5.
Baca Juga: Hati-hati di Jalan, Ini Titik Lelah Tol Trans Jawa, Rawan Kecelakaan!
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR