"Secara penghasilan jauh, dulu saat jadi sopir taksi sehari Rp 100 ribu susah, sekarang perbulan bisa omzet sampai Rp7 juta," tuturnya.
"Paling penting ya bisa kumpul keluarga setiap saat tak perlu capek-capek pulang malam," bebernya.
Ia menyebut, kampung Banpres semakin dikenal karena harga pelek dan ban di sana dikenal lebih murah dibanding tempat lain.
Terdapat rentang harga Rp 500 ribu hingga Rp 700 ribu.
Jenis ban dan pelek yang ditawarkan juga cukup lengkap baik dari segi harga dan jenis.
Pelek dijual dari harga Rp 1,5 juta hingga Rp 19 juta.
Ban bekas harga Rp 100 ribu sampai Rp 500 ribu.
"Keunggulan lain penyambutan pembeli lebih ramah. Harga lebih miring karena para warga berjualan di rumah sendiri," paparnya.
Aktivitas kolektif di bidang ban dan pelek tersebut lantas diusulkan oleh kelurahan setempat menjadi kampung pelek dan ban.
Namun, hingga kini usulan tersebut belum terealisasi.
"Dulu kampung banpres diusulkan pihak kelurahan menjadi kampung tematik kampung pelek dan ban tapi belum berjalan," jelas Nur.
Pemilik lapak Duta One velg dan ban, Allan mengatakan, dari dulu para warga Banpres sudah banyak bergelut dengan dunia ban bekas.
Hanya saja, warga masih sebatas pencari ban bekas lalu dijual ke pengepul.
Mulai tahun 2018, ia mulai berjualan di kampung dengan melibatkan para warga sekitar dari anak muda hingga ibu-ibu.
Seiring berjalannya waktu, para warga membentuk paguyuban untuk menaungi para penjual ban dan pelek di kawasan tersebut dengan harapan mampu mensejahterakan para warga.
"Saya yakin prospek ke depan akan semakin besar karena peluang pasar yang luas hampir di seluruh wilayah Indonesia," jelasnya.
Terkait nama kampung Banpres ternyata tidak ada kainnya dengan aktivitas warga di dunia ban.
Menurut Allan, Banpres singkatan dari bantuan presiden.
Sebab, perumahan yang sekarang dihuhi merupakan bantuan presiden Soeharto di tahun 80-an.
"Banpres bukan ban dan pres. Ada dua perumahan serupa di Kota Semarang yakni di Banyumanik dan Pedurungan," tandasnya.
Baca Juga: Pipa BBM Pertamina Dibobol Warga, Sekampung Kompak Nyolong Solar
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR