Otomotifnet.com - Belum lama ini muncul usulan pajak progresif kendaraan lebih dari satu dihapus.
Hal ini disampaikan Korlantas Polri, karena dianggap tidak memberikan dampak positif terhadap pemasukan negara.
Selain itu, penambahan pajak tersebut menyebabkan banyak masyarakat bohong alias tidak jujur dalam mengidentifikasi kepemilikan kendaraan mereka.
Ini membuat polisi menghadapi kesulitan dalam melakukan identifikasi ketika terjadi sebuah peristiwa.
Hal ini diungkapkan oleh Kakorlantas Polri, Irjen Firman Shantyabudi, saat rapat bersama Komisi III DPR RI yang disiarkan secara virtual beberapa waktu lalu (5/7/2023).
"Orang yang memiliki tiga atau empat mobil, biarkan saja. Tidak perlu dikenakan pajak progresif karena fakta yang terjadi adalah ketika kami berbicara dengan Bu Nicke (Dirut) Pertamina untuk menghitung subsidi, ada orang yang seharusnya menerima subsidi berdasarkan catatan, namun dia memiliki Alphard," ungkap Firman.
"Ia memiliki rumah yang sederhana, tetapi memiliki Alphard. Ternyata merupakan titipan. Dia (pemilik asli) hanya meminjam STNK untuk menghindari pajak progresif. Hal ini menjadi merepotkan jika mobil tersebut terkena ETLE atau sanksi lainnya," tambahnya.
Menurut Firman, temuan ini sejalan dengan apa yang telah diungkapkan sebelumnya oleh Direktur Penegakan dan Hukum Korlantas Polri, Brigjen Pol Aan Suhanan, yang mencatat bahwa hampir 30 persen dari registrasi kendaraan bermotor tidak atas nama pemilik yang sebenarnya.
Hal ini seringkali mengakibatkan surat tilang yang dikirim ke alamat yang salah saat menerapkan tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE).
Dengan dihapusnya pajak progresif, Firman berharap identitas kendaraan dan pemiliknya dapat terdata dengan lebih baik.
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR