Dikutip dari Kompas.id, Elisa Sutanudjaja, sebagai perwakilan warga penggungat dari Koalisi Ibu Kota menyayangkan langkah lambat pemerintah dalam mengimplementasikan keputusan pengadilan tersebut.
Pekan lalu, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta baru menyerahkan Peraturan Gubernur mengenai Strategi Pengendalian Pencemaran Udara (SPPU) untuk ditandatangani Penjabat Gubernur DKI.
Adapun tiga strategi dalam SPPU ialah meningkatkan tata kelola pengendalian pencemaran udara, mengurangi emisi pencemaran udara dari sumber-sumber bergerak seperti transportasi, dan dari sumber yang tidak bergerak seperti industri.
"Implementasi dari regulasi regulasi tersebut masih sangat lambat," ujarnya.
Padahal, secara hukum, pemerintah seharusnya bergerak lebih cepat, terutama seusai Koalisi Ibu Kota ini memenangkan gugatan warga negara pada 2021.
Juru Kampanye Energi dan Iklim Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu turut menyayangkan, lambatnya pengesahan Strategi Pengendalian Pencemaran Udara (SPPU).
Padahal, rancangan SPPU tersebut telah ada sejak 2021.
Dia menyebut, pascakemenangan gugatan tersebut, pemerintah masih setengah hati dalam mengimplentasikan amanah putusan pengadilan.
Saat bersamaan, selama 2 tahun ini, kualitas udara justru semakin memburuk, dan kian banyak masyarakat yang terdampak.
"Pemerintah sepertinya menunggu viral (polusi udara) baru mau bergerak lagi. Padahal, kalau dilihat selama dua tahun ini ada berapa orang yang menjadi korban dari polusi udara," tutur Bondan.
Lebih lanjut, Bondan berharap untuk langkah berikutnya, pemerintah lebih mengedepankan rencana strategis dan solusi jangka panjang.
Rencana tersebut di antaranya adalah inventarisasi emisi secara berkala, pengetatan baku mutu udara ambien, serta sistem peringatan dini.
Baca Juga: Transportasi Kambing Hitam Polusi Udara di Jakarta, Media Asing Sampai Sebut Beracun
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR