Otomotifnet.com - Pelaksanaan tilang uji emisi disebut tidak efektif meskipun tujuannya baik.
Hal ini disampaikan oleh Pakar Hukum dan Pengamat Transportasi Nasional.
Beberapa pakar menilai, sebaiknya pemerintah mencari alternatif solusi lain yang jauh lebih masuk akal, namun memberikan efek lebih besar.
Dilansir dari Kompas.com, satu opsi alternatif untuk menurunkan emisi adalah memperbaiki kualitas layanan transportasi publik, seperti bus, jaklingko, KRL, dan sejenisnya.
Meninjau dari segi efektivitas, pembenahan sektor transportasi umum dinilai bisa lebih memangkas polusi, yang diklaim banyak disumbang oleh emisi gas buang kendaraan bermotor.
Yossi Niken, Pemerhati LH sekaligus Dosen Hukum Lingkungan Universitas Pelita Harapan menjelaskan, pengaturan uji emisi memang dirasa perlu, namun keberadaan transportasi umum juga sebaiknya menjadi perhatian utama Pemerintah.
“Berkaca dari masyarakat Indonesia, terutama di kota-kota besar, lebih baik tidak hanya ada tilang uji emisi, namun juga bersamaan diberlakukan kewajiban untuk menggunakan transportasi umum atau transportasi ramah lingkungan lainnya,” ucapnya saat berbincang dengan Kompas.com (6/11/2023).
Menurut Yossi, faktor utama tidak efektifnya pelaksanaan tilang uji emisi, adalah karena Pemerintah belum sepenuhnya mampu mengatur pola pikir masyarakat.
Situasi ini terbukti pula oleh aturan diberlakukan tanpa dasar hukum yang jelas, terlalu mendadak dan spontan, serta minim informasi yang menjangkau masyarakat luas.
“Yang dibutuhkan adalah mengubah mindset dan cara hidup manusia Indonesia dalam mengendalikan polusi, tilang memang memberikan efek jera namun tidak efektif tanpa disertai dengan perubahan mindset dan cara hidup,” ucapnya.
Penjelasan lain dipaparkan oleh Sony Susmana, Pemerhati Transportasi sekaligus Training Director SDCI.
Menurutnya, pemerintah harus lebih tegas dalam hal pengaturan kebijakan transportasi umum.
“Kalau targetnya mengurangi polusi dari kendaraan (pribadi), jauh lebih masuk akal kalau angkutan umum diwajibkan. Di satu sisi, mobilitas kendaraan berkurang, tapi di sisi lain, masyarakat masih bisa commuting,” ucapnya.
Sony mengimbau Aparat supaya tidak hilang akal saat memberlakukan suatu aturan.
Tujuan awal yang hendak dicaopai harus jelas, namun metode pelaksanannya juga tidak boleh keliru.
Kritik ini berlaku bagi pelaksanaan tilang uji emisi, yang bukannya menjadi solusi pengurangan polusi, namun justru menjadi bumerang karena menyulitkan masyarakat.
“Sebagai Aparat itu jangan hilang akal. Kalau memang mau menghijaukan langit Indonesia, metodenya tidak seperti ini (tilang uji emisi),” katanya.
Ungkapan senada juga disampaikan oleh Ki Darmaningtyas, Pengamat Transportasi sekaligus Direktur Institut Studi Transportasi (Instran).
Menurutnya, tilang uji emisi adalah satu contoh solusi yang tidak solutif.
“Ada hal lain yang perlu tapi tidak dilakukan, seharusnya untuk masalah polusi ini, bisa melakukan pembatasan penggunaan pribadi, dan menggunakan transortasi umum di hari-hari tertentu,” katanya.
Darmaningtyas membagikan satu contoh konsep pelaksanaan yang menurutnya efektif, untuk mereduksi angka polusi di Ibu Kota.
Menurutnya, harus ada hari-hari khusus di mana kendaraan pribadi dilarang beroperasi. Sebagai gantinya, masyarakat wajib menggunakan transportasi umum.
“Misalnya setiap Senin, semua institusi pendidikan wajib menggunakan angkutan umum. Kemudian Selasa, wajibnya untuk semua insan perhubungan. Seperti itu, dan digilir terus,” ucapnya.
Konsep ini diklaim memiliki dua keunggulan, yakni mengurangi penggunaan pribadi dan memangkas kadar emisi, serta membiasakan mobilitas masyarakat dengan transportasi umum.
“Kendaraan pribadi bisa berkurang dan okupansi angkutan umum bisa meningkat. Ini (konsep) yang bagus, tapi tidak pernah dilakukan. Masalahnya, mereka (aparat) malas bekerja,” ujarnya.
Baca Juga: Pakar Hukum Bongkar Kebobrokan Tilang Uji Emisi, Gak Ada Dasar dan Aturan Dibuat-buat
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR