"Persoalan pasokan tebu ini yang masih kita tata. Kalau biodiesel kan sekarang sudah banyak karena dari sawit," katanya.
Ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, pihaknya membebaskan Pertamina untuk menghapus BBM Pertalite atau tidak.
Namun dengan catatan, penjualan Pertamax Green 92 tidak memberikan beban tambahan.
"Kalau bisa disediakan dengan tidak ada beban tambahan ya boleh saja," kata Arifin.
Diketahui, sejak pertengahan tahun 2022, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) telah mengusulkan kepada pemerintah untuk membatasi pembelian BBM beroktan 90 atau Pertalite.
Pembatasan ini untuk mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi agar tidak melampaui kuota yang ditetapkan dalam APBN.
Namun, kebijakan pembelian Pertalite masih harus menunggu revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.
Pembatasan pembelian Pertalite oleh masyarakat ini diperlukan agar konsumsi BBM subsidi tersebut tepat sasaran.
Kepala BPH Migas Erika Retnowati, mengatakan pihaknya tengah menanti hasil revisi Perpres tersebut untuk mengatur pembatasan penggunaan Pertalite.
"Jadi kita tunggu, nanti kalau sudah terbit revisi Perpresnya, kita baru bisa melakukan pengaturan untuk pembatasan Pertalite," tutur Erika.
Revisi Perpres menjadi penting guna mengatur lebih rinci klasifikasi konsumen pengguna Pertalite.
Saat ini, aturan yang jelas mengenai pembatasan konsumsi BBM baru berlaku untuk penggunaan BBM jenis solar.
Revisi Perpres dibutuhkan guna memperjelas tipe konsumen bagaimana dan seperti apa yang nantinya berhak menggunakan Pertalite.
"Pengaturan untuk BBM bersubsidi itu akan diatur di dalam Perpres. Di dalam Perpres ini nantinya akan ditetapkan siapa konsumen penggunanya," jelas Erika.
Sebagai informasi, penyaluran Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite untuk 2024 sebesar 31,7 juta kilo liter (kl) atau lebih rendah dibandingkan 2023 yang mencapai 32,56 juta kl.
Penetapan kuota di tahun 2024 berdasarkan perhitungan dari realisasi di tahun 2023 yang hanya mencapai 30 juta kl atau sekitar 92,24 persen.
"Jadi ini memang sedikit lebih kecil dari 2023, karena kami melihat dari realisasinya di tahun 2023 sekitar 30 juta kl," ungkap Erika.
Baca Juga: Beli Pertalite Bakal Dibatasi, Tinggal Tunggu Revisi Aturan Ini Saja
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR