Test Ride Suzuki Inazuma 250, Istimewa Nyaman!

Dimas Pradopo - Senin, 26 November 2012 | 17:37 WIB

(Dimas Pradopo - )


Kalau sebelumnya hanya mencoba riding di sekitar kawasan wisata Taman Impian Jaya Ancol, kini saatnya jalan-jalan ditemani Suzuki Inazuma. Selama beberapa hari, motor ini sengaja dipinjang untuk dipakai berkendara dalam simulasi harian. Silahkan simak catatan kami..!

Desain dan Fitur
Suzuki memang ingin tampil beda, di saat Honda dan Kawasaki berlomba mengeluarkan motor sport 250 cc berfairing, Suzuki malah mendesain Inazuma yang beraura sport touring. Tiap kali berhenti di perempatan atau di pinggir jalan, tidak sedikit yang bertanya.

Umumnya menanyakan spesifikasinya dan kagum dengan desainnya yang gambot. "Knalpotnya ada dua kanan-kiri, keren kaya motor gede," ungkap salah seorang yang bertemu di perempatan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Desainnya banyak diklaim sebagai baby Suzuki B-King. Desain tangki dan shourd-nya terlihat pas, enggak kedodoran.

Tapi kami menilai, rasanya bagian buntut terlalu lebar, khususnya di area lampu belakang. Juga bentuk sepatbor depannya masih dianggap tidak lazim untuk motor sport. Masih soal sepatbor depan yang besar, mesti lebih hati-hati ketika parkir di tempat sempit. Salah-salah, bagian ujungnya jadi baret karena kepentok kanan-kiri.

Untuk fitur-fiturnya enggak beda jauh bila dibandingkan dengan motor sport 250 cc lainnya. Panel indikatornya paduan digital dan analog. Satu-satunya yang ditampilkan secara analog adalah takometer, sedang yang lain seperti speedometer, odometer, tripmeter, indikator bahan bakar dan suhu serta jam ditampilkan secara digital. Menariknya, motor juga punya indikator posisi gigi yang ditampilkan secara digital. Jarang ada motor sport yang punya fitur ini.

Dan satu lagi yang mencuri perhatian di panel indikator adalah pilihan mode berkendara. Ada 3, yaitu eco, normal dan standar. Mode berkendara yang bisa dipilih dengan menekan 2 tombol di panel indikator ini menuntun kita untuk berkendara lebih hemat bahan bakar lewat kedipan lampu kecil di bawah takometer.

Ketika mode dipindah pada posisi eco, lampu akan berkedip dari putaran mesin 4.500-5.500 rpm. Artinya boleh pindah gigi agar putaran mesin tetap rendah dan konsumsi bahan bakar jadi hemat. Di atas 5.500 rpm, lampu akan menyala terus, artinya harus pindah gigi. Kalau enggak, jangan harap konsumsi bahan bakarnya hemat!

Sedang ketika pada mode normal, lampu hanya menyala ketika posisi gigi menyentuh 8.500 rpm. Putaran mesin tersebut adalah peak power dan torsi yang dianggap ideal untuk pindah gigi. Dan benar saja, ketika pindah di putaran tersebut nafas motor seperti enggak putus, cocok ketika hendak berakselerasi cepat secara efektif. Satu lagi adalah mode standar, ketika dipilih yang ini tidak ada kedipan lampu sama sekali.

Untuk safety, ada sensor di standar samping. Ketika standar samping belum dilipat, mesin tetap bisa menyala tapi ketika memasukan gigi, mesin akan secara otomatis mati. Lainnya, seperti gantungan helm di bawah jok tetap ada. Tapi sayangnya, di bawah jok tidak cukup untuk membawa barang apapun selain tool kit. Jas hujan pun tidak bisa disimpan. Kalau begini, pasang boks bagasi aja! 

Handling
Duduk di atas joknya terasa tinggi dan lebar untuk rider bertubuh 165 cm. Jinjit ala balerina harus dilakukan, tapi cuma sedikit saja kok. Ketika jinjit juga harus kuat menahan bobotnya yang berat, motor ini punya berat kosong 182 kg. Lebih berat dari Kawasaki Ninja 250FI apalagi Honda CBR250R. Buat yang baru pertama kali nyempak, wajib waspada pada beratnya.

Masalah berat ini berbuntut pada kemudahan parkir. Mengeser-geser bodi gambotnya di parkiran harus mengunakan tenaga ekstra. Untungnya di rangka belakang sebelah kiri bawah ada tambahan behel dari pipa besi. Meski kelihatan jadul tapi terbukti fungsional di parkiran.

Impresi bobot beratnya langsung dibayar dengan posisi duduknya yang nyaman. Setang jepitnya lumayan tinggi, belum lagi joknya yang lebar dan empuk. Pijakan kakinya juga enggak terlalu mundur, masih sporty tapi tetap nyaman. Buat yang doyan jalan jauh bakal betah nih.

Makin terasa nyaman lagi ketika mulai dibawa jalan. Meski gambot, Suzuki Inazuma tergolong masih enak di pakai selap selip. Tidak terlalu merepotkan karena setangnya bisa belok patah. Tentu tetap harus hati-hati karena bodi motornya lebih lebar juga panjang dari motor sport kebanyakan.

Performa suspensinya layak diacungi jempol. Nyaman sekali meredam getaran dan jalanan rusak. Melintasi jalan beton atau conblok hampir tidak terasa guncangannya. Kalau cuma lubang kecil atau polisi tidur berukuran nanggung libas saja, pinggang enggak akan berasa kaget.

Bobotnya yang berat juga membuat motor ini tidak melayang di kecepatan tinggi, handling saat menikung pun sangat stabil. Rebound suspensinya lembut sehingga terasa tidak goyang.  Apalagi di sokbraker depan terdapat stabilizer yang dipasang di atas tabung sok. Hasilnya gerakan tabung kanan dan kiri akan selalu sama.

Posisi berkendara pun tidak terlalu capek dan menyiksa pinggang. Rasanya cukup bersahabat dipakai di dalam kota juga untuk turing. Panas hawa mesin di Suzuki Inazuma tidak sepanas motor sport barfairing. Saat berkendara, hawa hangat hanya terasa di betis. Ketika lama bemacet-macetan, paha bagian dalam ikut hangat. Tapi sebentar saja, setelah melaju normal sedikit, panasnya bisa langsung hilang.

Pengereman pun dirasa cukup mumpuni untuk motor berbobot besar ini. Minusnya cuma satu, saat hujan, ban standar motor ini lumayan licin. Sebaiknya sih ganti saja hehee..

Performa dan Konsumsi BBM
Di jalan lurus, sempat mengeber motor yang dijual Rp 46 juta ini sampai memyentuh angka 139 km/jam, nafasnya pun dirasa masih ada. Namun kondisi jalan yang tak memungkinkan membuat selongsong gas harus ditutup. Putaran bawahnya memang tidak galak, smooth sampai 7.500-8.000 rpm, baru deh hentakannya terasa. Meski punya bobot berat berat, nyatanya mudah mengangkat roda depannya.

Prosesi pindah giginya tergolong keras, meski begitu tidak sampai memperlambat akselerasi. Beberapa kali mencoba gear shifting cepat pun tidak sampai mis. Soal performa, Suzuki mengklaim motornya ini sanggup memuntahkan tenaga hingga 24 PS di 8.500 rpm. Torsinya mencapai 22 Nm di 6.500 rpm. Transmisinya 6 speed dan sudah memiliki pendingin ruang bakar dengan radiator.

Sedang konsumsi bahan bakarnya diperoleh angka 1 liter untuk 25 kilometer. Metode tesnya top up, full to full dilakukan dua kali. Dipakai dalam kondisi jalan kombinasi dari santai, ngebut ketika jalanan kosong hingga bermacet-macetan.  (motorplus-online.com) 

Spesifikasi
Panjang: 2.145 mm
Lebar: 760 mm
Tinggi: 1.075 mm
Wheelbase: 1.430 mm
Jarak terendah ke tanah: 165 mm
Tinggi jok: 780 mm
Berat: 182 kg
Tipe mesin: 4 langkah, 2 silinder, pendingin cair, SOHC
Diameter silinder X Langkah piston: 53,3 x 55,2 mm
Kapasitas silinder 248 cc
Rasio kompresi: 11,5:1
Sistem bahan bakar: Fuel injection
Sistem starter: Listrik
Sistem pelumas: Wet sump
Transmisi: 6-Speed constant mesh
Rasio pengurangan utama: 3.238 (68/21)
Rasio pengurangan akhir: 3.285 (46/14)
Suspensi depan: Teleskopik, per ulir, peredam oli
Suspensi belakang: Lengan ayun, per ulir, peredam oli
Rake/trail: 26u/105 mm
Rem depan: Cakram
Rem belakang: Cakram
Ban depan: 110/80-17M/C57H
Ban belakang: 140/70-17M/C66H
Sistem starter: Elektrik, full transistor
Kapasitas tangki: 13,3 liter
Kapasitas oli: 2,4 liter

Riding gear: Alpinestars-ProRiders 021-57931965