Program Mobil Listrik Nasional, Masih Panjang Menuju Fase Industri

billy - Rabu, 6 Februari 2013 | 11:08 WIB

(billy - )


Berita mengenai mobil listrik belum habis. Konferensi Tingkat Tinggi APEC di Nusa Dua, Bali, Oktober 2013, akan dijadikan sebagai panggung pameran mobil listrik nasional. Teknisnya, seluruh kendaraan yang digunakan untuk kepentingan acara akan menggunakan mobil listrik, kecuali mobil kepala negara yang biasanya membawa mobil protokoler sendiri.

Pemerintah pun telah membentuk tim riset di bawah koordinasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Riset dan Teknologi. Seluruh potensi pengembangan yang ada, baik institusi maupun perorangan diharapkan masuk dalam sistem tim riset tersebut. Ini bagus agar mobil listrik yang bermunculan tidak mengesankan berjalan sendiri-sendiri.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menargetkan produksi massal mobil listrik di Indonesia dapat dimulai pada 2017. Hatta setuju kalau dalam rentang 2013-2014 semua pihak memulai untuk menggunakan mobil listrik di skala yang kecil sebagai rintisan menuju fase produksi massal. Apa yang dikatakan Hatta jauh lebih masuk akal ketimbang ‘suara-suara tertentu' yang buru-buru akan memproduksi tahun ini.

MUSTAHIL TANPA INSENTIF

Mobil listrik saat ini menjadi salah satu fokus pemerintah untuk mengurangi subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Guna pengembangannya, pemerintah terus mendorong dengan memberikan insentif-insentif yang dibutuhkan. Sebagai industri baru, keterbatasan komponen di dalam negeri sangat terasa. Saat ini mayoritas komponen mobil listrik masih diimpor, seperti baterai, inverter, motor listrik, dan charger.

Menteri Perindustrian, M.S. Hidayat, mengatakan mobil listrik yang merupakan bagian dari program low carbon emission project (LCEP) bisa memperoleh insentif seperti pembebasan PPnBM dan bea masuk yang di nol kan. Namun, perjalanan pengembangan mobil listrik ini diakuinya masih sangat panjang. Sebab berbagai komponen dan produk pendukung harus disiapkan terlebih dulu."Masih panjang prosesnya untuk masuk ke tahap industri untuk diproduksi massal secara komer­sial," jelas Hidayat.

Selain masalah pajak, pemerintah diharapkan juga memberikan subsidi atau insentif kepada konsumen ingin membelinya. Rizwan Alamsjah, direktur pemasaran PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors (KTB) membeberkan harga mobil listrik Mitsubishi i-MiEV yang sudah sejak Februari 2011 berpelat hitam. Harga pabrik 4,5 juta yen per unit. Pemerintah Jepang memberikan insentif langsung, potongan harga 2 juta yen sehingga konsumen di Jepang bisa menebus dengan 2,5 juta yen saja. "Jadi kalau i-MiEV langsung dipasarkan di Indonesia tanpa insentif, ya jelas terlalu mahal," kata Rizwan.Jika mobil listrik jauh lebih mahal dari mobil LCGC Rp 100 jutaan, siapa yang mau beli?

Mobil listrik ini juga takkan berhasil diwujudkan jika infrastruktur yang diperlukan belum terpenuhi, semisal ketersediaan stasiun pengisian bahan bakar listrik. Masih banyak pe-er yang mesti dikebut agar program nasional ini dapat terealisasi. Namun begitu tidak tertutup peluang berkembangnya mobil listrik di Indonesia. (mobil.otomotifnet.com)