Nah, seperti itulah gambaran pemerintah (dalam hal ini dilakukan Pertamina) untuk membuat bahan bakar premium. Karena bensin premium yang banyak dikonsumsi orang (RON 88) sejatinya adalah bensin RON 90. Jadi, untuk membuat RON 88, Pertamina justru mengeluarkan uang lagi buat biaya menurunkan RON. “Seluruh pabrik di dunia saat ini enggak ada yang memproduksi bensin RON 88. Begitu juga Pertamina, kita memproduksi RON 90 yang dijual ke perusahaan-perusahaan lain. Untuk membuat RON 88, maka Pertamina mendapat subsidi dari pemerintah,” terang Iskandar, VP Non PSO Fuel Retail Marketing Pertamina. Wah, wah, wah...
Lantas berapa harga bensin RON 90 kalau dilepas ke pasaran? Iskandar menyebut banderolnya beda tipis sama Pertamax yang punya RON 92. “Paling beda 300 rupiah,” terangnya di sela-sela Pertamax Extravaganza di Parkir Timur Gelora Bung Karno, Jakpus (10/11).
Nah, kalau saja boleh, Pertamina pastinya lebih suka membeli BBM RON 90 ketimbang memproduksinya sendiri. Kenapa? Karena harganya jauh lebih murah impor bensin daripada bikin sendiri. Kedua, bikin bensin itu menghasilkan residu. Nah, Indonesia belum bisa mengolah seratus persen residu ini. “Untuk mengolah residu jelas perlu tambahan investasi lagi,” lanjut Iskandar.
Di luar obrolan dengan pria ramah ini, tahun 2012 realisasi subsidi BBM diprediksi Rp 216,77 triliun (bisnis.com, 15/10). Padahal, kalau uang segitu gede dibikin infrastruktur maka udah banyak memberikan manfaat ketimbang dibakar oleh pemilik kendaraan.
Seperti diungkap Rudi Rubiandini, wakil menteri Energi Sumber Daya Mineral yang dikutip detikfinance (29/10). Ia menunjukkan ilustrasi yang sangat logis mengenai pemanfaatan duit subsidi energi yang hampir Rp 300 triliun. “Subsidi Rp 300 triliun memang memberatkan keuangan negara. Coba saja Rp 300 triliun itu untuk bangun jembatan, sudah dapat dua Jembatan Selat Sunda. Atau untuk bangun kilang minyak itu sudah dapat 3 kilang atau untuk bangun jalan dana sebesar itu bisa bangun 10.000 km jalan, bukan jalan tol, tapi jalan yang gratis,” ujarnya.
Sayang keputusan soal harga bahan bakar ini lebih banyak mengandung muatan politis sehingga sulit untuk menghapus subsidi. Begitu juga soal kebijakan, enggak sepenuhnya matang untuk diaplikasi. Ambil contoh, Pertamina tahun ini akan memproduksi 1,5 juta kiloliter BBM. Tapi kemudian enggak jadi dan diprediksi hanya laris terjual 800 ribu kiloliter BBM sampai akhir tahun. Ini berkaitan dengan batalnya rencana pembatasan kendaraan pribadi yang boleh memakai bensin bersubsidi. (mobil.otomotifnet.com)