Apesnya, kalau boleh dibilang begitu, umumnya yang turun mengaspal adalah pembalap yang sudah beberapa kali menjadi juara nasional. Tahun berganti tahun mereka masih ada di kelas tersebut. Enggak heran memunculkan pertanyaan, enggak bosan lawan dia lagi-dia lagi?
Balap turing. Perlu daya tarik agar khalayak luas mau ikut
Tapi, lanjut Alvin, mereka yang baru–baru turun di balapan turing ini harus melewati jalur berjenjang dulu. Butuh 1-2 tahun untuk bisa ke jenjang yang lebih tinggi. ”Dan itu harus sesuai keinginannya. Jangan takut kalau ketemu kita di arena,” ucapnya.
Menurutnya, pembalap baru bisa jadi juara jika pembalap tersebut mengikuti kompetisi sesuai kategori yang diikutinya. Juga harus ada kejuaraan bagi pembalap baru. Termasuk ada apresiasi bagi pembalap baru. “Yang penting mental untuk jadi pembalap. Gue dulu pertama turun balapan lawan senior sekelas Chandra Alim. Tapi gue harus yakin gimana caranya bisa ngalahinnya,” ungkapnya lagi.
Pendapat yang sama diungkapkan oleh Sunny TS, Menurutnya peserta touring mulai menurun di beberapa kelas dan juga butuh regenerasi. Ia enggak menampik ada kesan jenuh dengan peserta yang itu–itu saja. Sunny kabarnya mulai melirik dan pindah ke balap European Touring Car Competition (ETCC). ”Perlu adanya kelas khusus pemula dan kriteria status mereka naik dan itu juga harus dievaluasi. Karena jika baru juara umum 1 kali di akhir tahun sudah harus naik statusnya, itu yang membuat mereka tidak mau ikut lagi karena takut kalah dan belum cukup pengalaman untuk melawan pembalap yang lebih senior,” ungkap Sunny TS seraya bilang pindah ke ETCC karena pesertanya lebih banyak.
Nah, semoga muncul lebih banyak wajah-wajah baru. (otosport.co.id)