Dok. OTOMOTIF
ilustrasi celah busi
Gap membuat listrik di ujung elektroda meletikkan api ke titik massa busi. Jika dirapatkan berefek negatif. "Kalau direnggangkan dari ketentuan batas pun tak bagus. Karena gap disesuaikan karakter mesin," tegas Dodi.
Senada Handy Hariko dari PT Astra Honda Motor, letikan api busi maksimal jika gap elektroda dan massa pas. "Jika elektroda menumpul, loncatan apinya tak muncul," jelas Handy.
Menurut Dodi, gap busi antara 0,6-0,8 mm. "Tapi, busi iridium, jaraknya lebih rapat. Sebab elektroda iridium tak butuh voltase tinggi untuk lontarkan api," imbuhnya.
Perubahan gap busi kerap terjadi saat bersihkan elektroda. Bisa karena tergerus, atau karena tertekan. Jika merenggang, usaha listrik di ujung elektroda mencapai massa pun membesar. Alhasil, lontaran api mengecil.
"Terlalu jauh, elektroda tak mampu letikan api ke massa busi. Usaha terlalu berat bikin part lain, semisalnya, koil melemah," jelas Dodi.
Kerapatan, lentikan api terlalu cepat terjadi. "Letikannya kecil, atau tak sempat meletikkan api. Jadi, mesin sulit hidup," imbuh Handy.
Toh diakui, busi yang lemah bisa ‘dikuatkan' dengan merapatkan gap. Jadi, tegangan listrik yang lemah dari elektroda bisa melontarkan api ke massa. Tapi, hasilnya tetap tidak maksimal.
So, ada 2 ciri gap busi tak pas. "Kerapatan, sulit gapai rpm tinggi. Power putaran menengah ke atas lemah," urai Handy. "Jika terlalu renggang, mbrebet di rpm tinggi, bahkan ‘nembak'," tutup Dodi.