“Bisa saja pengemudi mengalami fatique atau kelelahan yang berimbas pada micro sleep atau tidur sesaat sehingga menyebabkan mobil hilang kendali, hal itu merupakan salah satu kecerobohan,” papar Bintarto Agung, dari Indonesia Defensive Driving Center (IDDC).
Aspek risiko juga dipicu oleh kelompok usia. Hal ini mengacu pada data yang dirilis oleh National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA), Amerika Serikat bahwa kelompok usia 16 sampai 25 tahun memiliki potensi kecelakaan yang berdampak fatal. “Kelompok usia tersebut rata-rata memiliki perilaku berkendara yang reaktif dan cenderung over confidence,” beber pria yang akrab disapa Tato ini.
Ketika terjadi hilang konsentrasi akibat tidur sesaat atau manuver yang berlebihan, pengemudi pun tidak serta merta dapat kembali menguasai kemudi. “Iya waktu reaksi manusia normal adalah 1 detik, kemudian ditambah 1 detik lagi untuk memindahkan kaki dari pedal gas menuju pedal rem. Belum lagi waktu untuk menghentikan laju mobil berbanding lurus dengan kecepatannya. Sehingga reaction time totalnya bisa lebih lama,” imbuhnya lagi.
Pembatas Tol Membuat Jumping
Hasil pantauan di lokasi kejadian, memang pembatas jalan di km 135.700 tol Padaleunyi hanya berupa separator menyerupai gundukan yang ditumbuhi rumput ilalang. Sehingga potensi melompatnya mobil ke sisi berlawanan arah cukup riskan. “Iya semestinya dibuatkan barrier rail guard kurang lebih setinggi 1 meter dari permukaan tanah terbuat dari baja ataupun beton,” bilang Jusri Pulubuhu, founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC).
Infrastruktur yang kurang memadai inilah yang menyebabkan mobil ‘terbang’ ke sisi berlawanan. “Akibat dari kejadian ini, semestinya para stakeholder jalan tol dapat memperbaiki infrastruktur khususnya sisi pembatas. Separator disertai gundukan seperti di km 135.700 tol Padaleunyi tak ubahnya seperti papan luncur,” tegas Jusri, seraya bilang untuk jalan tol idealnya telah terstandardisasi dengan barrier rail guard. (mobil.otomotifnet.com)
Aspek risiko juga dipicu oleh kelompok usia. Hal ini mengacu pada data yang dirilis oleh National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA), Amerika Serikat bahwa kelompok usia 16 sampai 25 tahun memiliki potensi kecelakaan yang berdampak fatal. “Kelompok usia tersebut rata-rata memiliki perilaku berkendara yang reaktif dan cenderung over confidence,” beber pria yang akrab disapa Tato ini.
Ketika terjadi hilang konsentrasi akibat tidur sesaat atau manuver yang berlebihan, pengemudi pun tidak serta merta dapat kembali menguasai kemudi. “Iya waktu reaksi manusia normal adalah 1 detik, kemudian ditambah 1 detik lagi untuk memindahkan kaki dari pedal gas menuju pedal rem. Belum lagi waktu untuk menghentikan laju mobil berbanding lurus dengan kecepatannya. Sehingga reaction time totalnya bisa lebih lama,” imbuhnya lagi.
Pembatas Tol Membuat Jumping
Hasil pantauan di lokasi kejadian, memang pembatas jalan di km 135.700 tol Padaleunyi hanya berupa separator menyerupai gundukan yang ditumbuhi rumput ilalang. Sehingga potensi melompatnya mobil ke sisi berlawanan arah cukup riskan. “Iya semestinya dibuatkan barrier rail guard kurang lebih setinggi 1 meter dari permukaan tanah terbuat dari baja ataupun beton,” bilang Jusri Pulubuhu, founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC).
Infrastruktur yang kurang memadai inilah yang menyebabkan mobil ‘terbang’ ke sisi berlawanan. “Akibat dari kejadian ini, semestinya para stakeholder jalan tol dapat memperbaiki infrastruktur khususnya sisi pembatas. Separator disertai gundukan seperti di km 135.700 tol Padaleunyi tak ubahnya seperti papan luncur,” tegas Jusri, seraya bilang untuk jalan tol idealnya telah terstandardisasi dengan barrier rail guard. (mobil.otomotifnet.com)