Wacana bensin reguler untuk balap bukanlah balap karena tanpa sadar. Tiap tahun pun pembalap Indonesia yang ikut kelas Underbone 115 cc dan Supersport 600 cc Asia Road Racing Championship (ARRC) pun diharuskan mengosongkan tangki motornya lalu mengisinya dengan bensin reguler dengan RON 94 di dekat parc ferme.
Nyatanya pembalap di balap Asia ini tetap kencang karena teknik modifikasi underbone yang sudah mencapai titik maksimal dengan dukungan teknologi pengapian dan setting suspensi yang sempurna. Terbukti catatan waktu kelas underbone 115 cc Asia yang setara dengan kelas Indoprix 110cc yang notabene membebaskan pemilihan bahan bakar.
Kalau boleh diurut, kebiasaan memakai bahan bakar bensol atau avgas ini sejak era underbone 2-tak di era 1990-an sebagai solusi susahnya mencari racing fuel, apalagi saat itu harganya bisa dibilang murah untuk bahan bakar balap dan terlalu sulit dicari. Tapi seiring waktu dengan maraknya underbone 4-tak di seluruh Nusantara yang mengakhiri era bebek 2-tak, maka kebutuhan bensol pun kian susah dilacak. Alhasil harga jualnya pun susah ditebak karena tingginya permintaan dibanding stok ada di pasaran.
Memakai bahan bakar reguler seperti yang dijual SPBU pemerintah atau swasta yang ada di Indonesia dengan RON 95 seperti Pertamina Pertamax Plus, Shell Super Extra, Petronas Primax95 dan Total Perfomance 95 nampaknya masuk akal karena tersedia di banyak tempat dengan harga yang pasti. Hal ini sudah dilakukan di Malaysia Cub Prix dan ARCC yang mengharuskan bensin reguler yang diisi oleh petugas khusus sebelum balap dimulai, ini untuk bertujuan untuk mencegah perbedaan bahan bakar antar tim atas nama semangat kompetisi.
Efeknya peserta tak perlu pusing mencari-cari bahan bakar balap karena di lokasi balap sudah pasti disediakan oleh panitia di lokasi balap, di samping efek lainnya menekan pengeluaran tim untuk membeli Avgas yang harganya tak tentu. Konsep ini sudah pernah diuji coba oleh IMI Jabar di seri Kejurda yang mengharuskan peserta kelas MP3 sampai MP6 memakai bahan bakar yang disediakan panitia. Ada 2 pilihan cara dengan panitia menyediakan di lokasi lalu peserta membayar, atau dengan peserta membawa masing-masing lalu dicampur di satu drum lalu dibagi rata ke semua peserta.
Apa pun caranya, pemakaian bahan bakar reguler yang gampang dibeli di pasaran harusnya mulai dilakukan terutama di kelas pemula. Sebenarnya tahun lalu sudah mulai dilaksanakan khusus MP5 dan MP6 tapi karena banyaknya masalah di lapangan dengan regulasi berbeda-beda membuat pelaksanaan bensin reguler ini jadi berantakan.
Jika di tingkat Asia saja sudah sukses memakai bensin reguler maka untuk kompetisi road race nasional tak ada salahnya untuk diterapkan, jika tahun pertama terasa berat maka silahkan diujicoba ke kelas Pemula dulu.
Nyatanya pembalap di balap Asia ini tetap kencang karena teknik modifikasi underbone yang sudah mencapai titik maksimal dengan dukungan teknologi pengapian dan setting suspensi yang sempurna. Terbukti catatan waktu kelas underbone 115 cc Asia yang setara dengan kelas Indoprix 110cc yang notabene membebaskan pemilihan bahan bakar.
Kalau boleh diurut, kebiasaan memakai bahan bakar bensol atau avgas ini sejak era underbone 2-tak di era 1990-an sebagai solusi susahnya mencari racing fuel, apalagi saat itu harganya bisa dibilang murah untuk bahan bakar balap dan terlalu sulit dicari. Tapi seiring waktu dengan maraknya underbone 4-tak di seluruh Nusantara yang mengakhiri era bebek 2-tak, maka kebutuhan bensol pun kian susah dilacak. Alhasil harga jualnya pun susah ditebak karena tingginya permintaan dibanding stok ada di pasaran.
Memakai bahan bakar reguler seperti yang dijual SPBU pemerintah atau swasta yang ada di Indonesia dengan RON 95 seperti Pertamina Pertamax Plus, Shell Super Extra, Petronas Primax95 dan Total Perfomance 95 nampaknya masuk akal karena tersedia di banyak tempat dengan harga yang pasti. Hal ini sudah dilakukan di Malaysia Cub Prix dan ARCC yang mengharuskan bensin reguler yang diisi oleh petugas khusus sebelum balap dimulai, ini untuk bertujuan untuk mencegah perbedaan bahan bakar antar tim atas nama semangat kompetisi.
Efeknya peserta tak perlu pusing mencari-cari bahan bakar balap karena di lokasi balap sudah pasti disediakan oleh panitia di lokasi balap, di samping efek lainnya menekan pengeluaran tim untuk membeli Avgas yang harganya tak tentu. Konsep ini sudah pernah diuji coba oleh IMI Jabar di seri Kejurda yang mengharuskan peserta kelas MP3 sampai MP6 memakai bahan bakar yang disediakan panitia. Ada 2 pilihan cara dengan panitia menyediakan di lokasi lalu peserta membayar, atau dengan peserta membawa masing-masing lalu dicampur di satu drum lalu dibagi rata ke semua peserta.
Apa pun caranya, pemakaian bahan bakar reguler yang gampang dibeli di pasaran harusnya mulai dilakukan terutama di kelas pemula. Sebenarnya tahun lalu sudah mulai dilaksanakan khusus MP5 dan MP6 tapi karena banyaknya masalah di lapangan dengan regulasi berbeda-beda membuat pelaksanaan bensin reguler ini jadi berantakan.
Jika di tingkat Asia saja sudah sukses memakai bensin reguler maka untuk kompetisi road race nasional tak ada salahnya untuk diterapkan, jika tahun pertama terasa berat maka silahkan diujicoba ke kelas Pemula dulu.