Regenerasi Motocross Seperti Sekolah Reguler

billy - Senin, 8 Agustus 2011 | 16:47 WIB

(billy - )


 Setiap kelas dibatasi umur
Motorcross Tanah Air memiliki penjenjangan crosser atau pembalap yang lengkap. Mulai dari crosser belia sampai yang usianya matang, ada wadahnya. Bahkan ada kelas om-om yang tua-tua keladi makin jadi.

Lihat kejurnas dan tarkam, lengkap dari SE50cc, SE65cc, SE85cc sampai SE125cc grade A-B. Ditambah eksekutif dan ex-pro. “Sudah seperti sekolah reguler. Tiap-tiap kelas dibatasi umurnya,” jelas Bandung Sunggoro mantan crosser nasional pemilik Bandung Sunggoro Motocross School di bilangan Geger Kalong, Bandung, Jawa Barat.

Memang, sekolah motorcross terus berkembang saat ini, turut membantu membina crosser sejak usia dini. Lantaran “Mulai umur 5 tahun mereka sudah bisa pegang motor dan berlatih teknik motocross,” tambah Bandung lagi.

Crosser tidak seenaknya menetapkan kelas yang dimau. Tidak bisa juga berlama-lama lagi berada di kelas yang sama. Mereka harus meyesuaikan umur dengan mengikuti kelas sesuai aturan penjejangan.

Seperti crosser yang ikut SE50cc usia mulai 5-9 tahun, SE65cc 9-12 tahun, SE85cc dari 12-15 tahun. “Itulah namanya penjejangan. Setelah itu mereka harus turun di SE125cc bersaing dengan seniornya,” timpal Deni Orlando dari Orlando Riding Forum, Solo. 

Pembinaan seperti ini, harapan Indonesia ada. Sejak kelas pembibitan mereka bersaing dengan rival seusianya. “Dengan proses ikut sekolah balap, proses belajar lebih terarah. Pengalaman bertanding juga cepat,” lanjut Deni lagi.

Sekolah melahirkan crosser yang punya keterampilan rata di setiap kelas. “Tinggal bagaimana konsisten dengan karir,” ujar Jhony Pranata mantan crosser yang saat ini jadi kepala pelatih IMI Racing Academy di Pondok Cabe, Tengerang Selatan.

Bisa dilihat dari crosser muda lulusan sekolah motocross di SE125cc saat ini. Umur hampir rata  mulai dari 16 - 18 tahun. Ada Agi Aggasi, Farhan Hendro, Andre Sondakh, dan Asep Lukman. Mereka melapisi generasi Aldi Lazaroni, Alxandre Wiguna dan Aris Setyo.

Basis dari sekolah balap hampir sama materi yang diberikan. “Siapa saja punya kesempatan. Tinggal kesiapan crosser yang nantinya akan menentukan," jelas Agi Agasi dari Husqvarna Indonesia.

Faktor ini yang membuat harapan Indonesia di motocross terbuka lebar. Yang dituntut pada sekolah motocross saat ini, meningkatkan kualitas materi, hingga crossernya bukan hanya jago sesama Indonesia. Kalau perlu bisa menaklukkan bule -bule yang sering diundang ke sini. Itu dulu targetnya.

Pengalaman dengan Powercross baru lalu, keterampilan Indonesia masih jauh dari bule undangan. Tentu saja tugas bengini ada di tangan sekolah-sekola balap yang ada di Indonesia. "Kita sudah punya kesempatan langsung untuk bisa bertarung dengan crosser bule. Setelah diukur, masih harus belajar lebih banyak," ujar Asep Lukman, crosser yang memperkuat tim Mahkota Power Emana GM.

Bukan mustahil, jika para mentor sekolah motocross terus mencari ilmu, crosser Indonesia mampu bersaing di jenjang internasional. Apalagi kalau sekolah sudah mulai dari usia dini. Dengan begitu, talenta crosser sudah bisa dideteksi dengan mudah sejak awal.   (motorplus-online.com)